SUMENEP, Seputar Jatim – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menggelar seminar bertajuk Penguatan Manajemen Kelembagaan dan Penataan Tata Kelola Internal Bawaslu Kabupaten Sumenep dengan tema besar “Sinergitas pengawasan untuk mempererat demokrasi”.
Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel Kaberaz, dengan menghadirkan undangan internal Bawaslu, pengamat, serta perwakilan dari Bawaslu Provinsi Jawa Timur sebagai narasumber.
Acara ini menjadi bagian dari gelombang penguatan kelembagaan yang berjalan di seluruh Jawa Timur pada 2024-2025.
Acara ini menempatkan dua masalah praktis sebagai fokus yaitu penyusunan standar tata kelola internal tentang pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, dan inventaris barang milik negara/BMN, serta membangun mekanisme koordinasi yang lebih rapi antara Bawaslu di tingkat kecamatan, kabupaten, serta mitra eksternal seperti KPU, lembaga pemantau, dan aparat penegak hukum.
Langkah-langkah konkret ini ditujukan untuk menutup celah administratif yang kerap menjadi titik lemah saat Bawaslu harus cepat menanggapi pelanggaran atau sengketa pada masa pemilu.
Ketua Bawaslu Sumenep, Achmad Zubaidi menekankan, bahwa memperbaiki rumah sendiri yaitu tata kelola internal adalah prasyarat agar pengawasan di lapangan dapat dilakukan secara konsisten dan akuntabel.
“Keberhasilan satu kabupaten akan berpengaruh pada kredibilitas pengawasan di tingkat provinsi,” ujarnya. Jumat, (26/9/2025).
“Salah satu benang merah yang sering muncul dalam diskusi adalah hasil evaluasi pasca Pemilu 2024. Beberapa pengalaman mulai dari kelambanan respon terhadap aduan administratif sampai inkonsistensi pelaporan keuangan menjadi bahan telaah untuk memperjelas standar operasional dan akuntabilitas,” imbuhnya.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Jawa Timur, Anwar Nuris, dalam sambutan daringnya mengatakan bagi Sumenep, penguatan tata kelola membuka peluang nyata.
“Misalnya, sistem rotasi dan pembinaan pengawas kecamatan yang lebih sistematis dapat meningkatkan kualitas pengawasan di pulau-pulau terpencil inventarisasi BMN dan standar pelaporan keuangan akan memperkecil celah penyalahgunaan anggaran, sementara interoperabilitas data dengan KPU dan lembaga pemantau mendorong transparansi,” jelasnya.
“Jika ditindaklanjuti dengan baik, langkah-langkah ini bisa menjadi model bagi kabupaten lain di Madura,” tegasnya.
Intinya, lanjut dia, sinergi pengawasan yang efektif bermula dari tata kelola internal yang kuat, alat administrasi, SDM terlatih, dan mekanisme koordinasi yang jelas.
“Namun tantangan sesungguhnya ada pada konsistensi implementasi, apakah rekomendasi yang lahir dari ruang diskusi akan berubah menjadi ritual administratif, atau menjadi instrumen perubahan nyata? Waktu dan indikator kinerja yang terukur akan menjawabnya,” tukasnya. (Sand/EM)
*