SUMENEP, Seputar Jatim – Dua anak remaja siap tarung di Event Ojhung yang bakal digelar di Pantai Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, pada Sabtu, 16 Mei 2025 besok.
Dalam usia yang masih muda, keduanya Sutris (13) dan Dayat (12) tampil sebagai simbol regenerasi.
Mereka bukan sekadar ikut serta, tetapi membawa pesan besar, bahwa warisan budaya tak boleh terkurung di tangan zaman.
Ojhung bukan hanya ritual atau pertunjukan, tapi juga cermin dari keberanian, ketangguhan, dan jiwa sportif orang Sumenep Madura.
“Ini bukan pertarungan biasa. Di dalamnya ada nilai, ada filosofi, dan ada doa,” ujar Ketua Pelaksana Event Ojhung, Saddam Hosen, Jumat (16/5/2025).
“Melibatkan anak-anak adalah bentuk edukasi langsung. Kami ingin mereka mengenal dan menghayati makna Ojhung, bukan hanya sekadar melihat dari jauh,” ucapnya.
Ojhung sendiri, lanjut dia, merupakan seni bela diri tradisional yang dilakukan dengan saling memukul menggunakan rotan, biasanya digelar di musim kemarau atau menjelang masa tanam. Konon, Ojhung dipercaya sebagai ritual pemanggil hujan.
“Dua peserta akan bergantian memukul dan menangkis serangan lawan, dalam irama musik tradisional yang menggugah dan menghidupkan suasana magis,” tegasnya.
Lanjut ia mengatakan, tidak ada amarah di arena ini yang ada adalah keberanian, ketahanan, dan penghormatan pada tradisi.
“Event ini bukan hanya soal mempertahankan budaya, tetapi juga cara kami merawat identitas di tengah arus globalisasi,” bebernya.
“Dan tahun ini menjadi spesial karena kehadiran anak-anak, yang menandai semangat baru dari tradisi lama.” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Disbudporapar Sumenep, Moh. Iksan menyebutkan, bahwa Ojhung sebagai salah satu ikon budaya yang terus dilestarikan.
“Kami gelar rutin tiap tahun dalam kalender pariwisata Sumenep. Selain memperkuat identitas lokal, ini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin menyaksikan tradisi unik yang otentik,” bebernya.
Ia berharap, melalui ajang ini, Ojhung semakin dikenal oleh masyarakat luas, terutama generasi muda yang kini hidup di tengah dunia digital dan serba instan.
“Tradisi seperti ini adalah penyeimbang. Ia mengingatkan kita bahwa kita punya akar, punya cerita, dan punya warisan yang tak ternilai,” harapnya.
“Besok, ketika Sutris dan Dayat melangkah ke tengah arena, mereka tidak hanya membawa keberanian mereka sendiri. Mereka membawa semangat ratusan tahun budaya Sumenep Madura dan menyatakan bahwa tradisi tidak mati,” tukasnya. (Sand/EM)
*