SUMENEP,seputarjatim.com-Karapan sapi merupakan icon Pulau Madura. Hampir setiap tahun, 4 Kabupaten yang ada di Madura selalu menggelar kejuaraan Kerapan Sapi, tak terkecuali Kabupaten Sumenep.
Kemaren, Sabtu (23-09-2023) Pemerintah Kabupaten Sumenep menggelar kejuaraan Kerapan Sapi tingkat Kabupaten, yang mana sebanyak 48 pasang sapi beradu skil dan kecepatan untuk memperebutkan 6 tiket untuk berlaga di piala presiden yang akan berlangsung pada tanggal 8 Oktober 2023 mendatang.
Namun di balik hiruk pikuk gelaran kerapan sapi yang dilaksanakan di lapangan kerap Kecamatan Bluto tersebut, terselip praktek judi di dalamnya. Perjudian ini, dianggap mengotori event pariwisata yang mampu mendatangkan wisatawan domestik hingga manca negara.
Pantauan dilapangan, praktek perjudian ini dilakukan secarang terang-terangan didepan garis start dan akad taruhan ini dilakukan sebelum sapi dilepas, meskipun tampak petugas keamanan berseliweran namun para penjudi ini tidak menghiraukannya bahkan terkesan ada pembiaran, sehingga praktek judi kerapan sapi ini berlangsung aman hingga selesainya acara.
Praktek perjudian dalam karapan sapi ini menuai kritik dari dari berbagai pihak, salah satunya datang dari budayawan asal Sumenep, Ibnu Hajar. Menurut Ibnu, adanya unsur perjudian dalam kerapan sapi tersebut sangat mencederai kemurnian kebudayaan, bahkan bisa dikatakan orang yang melakukan perjudian dalam kerapan sapi tersebut telah mendistorsi nilai-nilai luhur dan keagungan dari kerapan sapi itu sendiri.
“Jangan hanya karena ingin mempopulerkan kerapan sapi, kemudian ada perjudian yang dilakukan secara terang-terangan lantas dibiarkan, ini merupakan kecelakaan sejarah,” ucapnya. Minggu (24-09-2023)
Ibnu menambahkan, dirinya selaku budayawan Sumenep sangat prihatin atas perjudian dalam kerapan sapi tersebut, bahkan dirinya menyebutkan dengan adanya judi itu bisa-bisa kerapan sapi yang merupakan icon madura tidak akan populer lagi.
“Kenapa saya bilang tidak akan populer lagi, selain adanya judi dalam kerapan sapi, saat ini kerapan sapi sudah ber exploitasi yang awalnya tanpa kekerasan saat ini sudah berubah dengan di beri berbagai macam formula agar sapinya bisa kencang, salah satunya balsem dan paku sebagai rekeng, ini yang menurut saya sangat sulit diterima karena adanya kekerasan terhadap sapi itu sendiri, terutama para pecinta hewan,”pungkasnya. (Bam)