SUMENEP, seputarjatim.com– Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi tidak terlepas dari keikutsertaan masyarakat dalam momen pengambilan keputusan. Terciptanya demokrasi dambaan rakyat, terjadi bila warga negara mempunyai hak memilih pemimpin yang akan memperjuangkan aspirasinya.
Pemilihan umum (Pemilu), baik itu Pemilu Kepala Negara hingga pemilihan Kepala Desa menjadi satu bentuk nyata partisipasi masyarakat demokrasi. Peran aktif masyarakat didalamnya menjadi penting, karena merekalah yang nantinya menentukan pilihan.
Sesuai dengan pasal 22 e Ayat 1 UUD 1945 tentang Pemilihan Umum, pesta demokrasi harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Namun realitanya, kondisi yang berlangsung di masyarakat sangatlah berbeda. Salah satu pekerjaan rumah penyelenggara Pemilu di berbagai daerah di Indonesia adalah memerangi kejahatan pemilu, yakni jual beli suara atau money politic.
“Semua pemain legislatif, pilbup, dan bahkan tingkat pilpres itu tidak terlepas dari politik uang. Ini bisa masif terjadi dan tidak, tergantung pada pengawasan yang dilakukan pengawas pemilu,” terang Azam Khan, pengamat hukum, saat dihubungi melalui telepon, Selasa, 08/10/2019.
Azam menegaskan, potensi terjadinya politik uang di Pilkada Sumenep tahun 2020 masih sangat besar. Terlebih menurutnya, kesadaran politik di tengah masyarakat Sumenep masih belum berjalan baik. “Pilkada Sumenep 2020 nanti, saya pastikan masih akan sarat politik uang. Kita lihat sumber daya penyelenggaranya, pengawasnya, maka bila 40 persen berlangsung bersih dan transparan aja, sudah termasuk hebat,” tandasnya.
Terpisah, Abdul Warits, Ketua KPU Kabupaten Sumenep membenarkan tantangan berat yang akan dihadapi dalam Pilkada Sumenep tahun 2020 mendatang. Politik uang menurut Warits masih menjadi sangat rentan terjadi.
“Ada yang sering dilupakan padahal ini sangat penting diperhatikan pada saat pemilu yaitu pendidikan politik. Lemahnya pendidikan politik di masyarakat menyebakan kita masih banyak mendengar di banyak tempat terjadi money politic,” terang Warits saat ditemui wartawan, Selasa, 08/10/2019.
Politik uang yang terjadi di lapangan menurut Warits sangat mencederai semangat pesta demokrasi bersih. “Begini, KPU ini selalu serius dalam menyiapkan surat suara, menyiapkan orang-orang penyelenggara hingga ke tingkat TPS, menyiapkan logistik dan lain-lain. Kemudian ada sekelompok orang karena memiliki banyak uang, mereka nekat membeli suara karena ingin merebut kekuasaan. Jadi menurut saya itu adalah perbuatan yang tidak terhormat,” imbuhnya.
Menjelang pelaksanaan Pilkada tahun 2020 mendatang, KPU Sumenep menurut Warits akan kembali melakukan pendidikan politik di berbagai lapisan masyarakat. Pentingnya pendidikan politik akan membangun kesadaran masyarakat dalam menyikapi pesta demokrasi. Harapannya menurut Warits, pesta demokrasi akan melahirkan pemimpin yang berintegritas tinggi dan membawa perubahan yang lebih baik.
“Kita akan gandeng tokoh masyarakat untuk ikut serta dalam membantu mengawasi masalah politik uang ini. Sehingga tidak hanya KPU saja yang melakukan pendidikan politik,” pungkas Warits.
Penulis: Istighfarin
Editor : Didik Setia Budi