BANGKALAN, Seputarjatim.com– Saronen biasanya dimainkan dalam acara adat seperti arak-arakan pengantin atau dalam ritual adat lainnya. Musik tradisional Madura ini juga kerap dimainkan untuk mengiringi lomba karapan sapi atau lomba kecantikan sapi betina.
Musik saronen umumnya dimainkan secara berkelompok dengan alat musik lainnya, antara lain gong besar, kempul, kenong besar, kenong tengahan, kenong kecil, korca, gendang besar dan juga gendang kecil.
Alat musik saronen memiliki bentuk mirip seperti terompet atau seruling namun memiliki perbedaan di bagian peniupnya. Nah, di bagian peniupnya tersebut dibuat mirip seperti kumis-kumisan. Antara satu dengan yang lain memiliki bentuk yang berbeda sebagai kreasi dari pembuatnya.

Saronen terbuat dari kayu jati pilihan yang berbentuk kerucut dengan panjang sekitar 40 cm. Lubang yang ada pada saronen mirip seperti seruling, yaitu 7 lubang di mana ada 6 lubang yang berderet di bagian atas dan 1 lubang yang berada di bagian bawahnya.
Berdasarkan sejarahnya, awal mula kesenian Saronen ini dipakai sebagai media dakwah. Hal ini dilakukan agar banyak masyarakat yang tertarik untuk memeluk agama Islam. Dulu kegiatan ini dilakukan oleh cicit dari Sunan Kudus yaitu Kyai Khatib, yang tinggal di Desa Sendang, Kecamatan Pragaan, Sumenep.

Konon katanya setiap hari pasaran tertentu, Kyai Khatib dan para pengikutnya menghibur pengunjung pasar menggunakan saronen dengan berpakaian seperti badut. Setelah banyak pengunjung pasar yang berkumpul, mulailah Kyai Khatib berdakwah memberi pemaparan tentang agama Islam dan juga kritik sosial.
Gaya dakwah yang kocak dan humoris ini mampu menggetarkan hati pengunjung sehingga banyak masyarakat yang hadir lantas tertarik dan masuk Islam. Jadi, alat musik saronen ini memang sudah ada sejak lama dan bisa dikatakan sebagai alat musik yang membantu penyebaran agama islam di Pulau Madura. (lian/red)