News

Sains Hanya Jadi Teori di Papan Tulis, Puluhan SMP di Sumenep Tak Punya Laboratorium

×

Sains Hanya Jadi Teori di Papan Tulis, Puluhan SMP di Sumenep Tak Punya Laboratorium

Sebarkan artikel ini
IMG 20251020 WA0023
TEGAS: Kepala Bidang Pembinaan SMP Disdik Sumenep, Mohammad Fajar Hidayat, saat diwawancarai media (SandiGT - Seputar Jatim) 

SUMENEP, Seputar Jatim – Wajah pendidikan di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menyisakan ironi yang mencolok.

Puluhan Sekolah Menengah Pertama (SMP), baik negeri maupun swasta, hingga kini belum memiliki laboratorium, fasilitas dasar yang seharusnya melekat pada pembelajaran sains.

Sebab, tanpa laboratorium, mata pelajaran seperti Fisika, Biologi, dan Kimia berubah menjadi sekadar teori di papan tulis.

Sains yang seharusnya mengasah logika dan daya eksplorasi, kini hanya menjadi hafalan rumus dan definisi.

Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep, Mohammad Fajar Hidayat menyebutkan, bahwa banyak sekolah negeri yang dulu memiliki laboratorium, namun kini terbengkalai, rusak, berdebu, bahkan sebagian berubah fungsi menjadi gudang.

Baca Juga :  ASN Sumenep Wajib Kenakan Busana Santri selama 3 Hari Sambut Hari Santri Nasional 2025

“Memang ada sekolah yang dulu punya laboratorium, tapi sekarang tidak terpakai karena rusak. Ada juga yang sejak berdiri memang belum memiliki,” ujarnya, Senin (20/10/2205).

Ironinya, kondisi ini bukan hal yang baru. Selama bertahun-tahun, isu minimnya fasilitas pendidikan di Sumenep hanya berputar di meja rapat tanpa arah penyelesaian.

Bahkan, kata dia, pemerintah daerah berdalih keterbatasan anggaran dan ketergantungan terhadap Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat.

“Kami terbatas pada data yang masuk di sistem Krisna melalui Dapodik. Prioritas pembangunan ditentukan kementerian,” paparnya.

Namun, jika pembangunan laboratorium harus terus menunggu DAK yang tidak pasti, lantas sampai kapan siswa di Sumenep harus belajar tanpa alat peraga dan praktik nyata.

Kondisi ini memperlihatkan betapa pendidikan sains di daerah hanya dijalankan secara administratif, bukan substantif. Sekolah swasta bahkan tidak diwajibkan memiliki laboratorium ketika mengurus izin operasional.

“Laboratorium bukan syarat mutlak bagi sekolah swasta,” tegasnya.

Artinya, pemerintah daerah sadar bahwa banyak sekolah tanpa sarana praktik, tetapi regulasi justru membiarkan hal itu terus berlangsung. Paradoks yang telanjang di satu sisi pemerintah berbicara tentang kurikulum berbasis kompetensi, tapi di sisi lain tidak menyiapkan ruang kompetensi itu sendiri.

Baca Juga :  Petani Milenial Ciptakan Pupuk Organik Racikan Sendiri, DKPP Sumenep Siap Dukung Penuh

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Sumenep, M. Ramzi, menilai ketiadaan laboratorium sebagai bukti lemahnya komitmen pemerintah dalam menata arah pendidikan.

“Laboratorium itu bukan pelengkap, tapi kebutuhan dasar. Kalau anak-anak belajar sains tanpa praktik, jangan berharap mereka bisa berpikir kritis,” ucapnya.

Lanjut ia menegaskan, bahwa Pemkab Sumenep seolah terlalu nyaman berlindung di balik alasan keterbatasan DAK, tanpa mengupayakan sumber alternatif seperti APBD atau kemitraan CSR.

“Kita ini sering terjebak dalam rutinitas birokrasi. Pemerintah harus proaktif, bukan sekadar menunggu bantuan pusat. Ini soal investasi intelektual generasi muda,” tukasnya. (Sand/EM)

*

Tinggalkan Balasan