SUMENEP, seputarjatim.com- Sebanyak lebih dari 7 ribu warga meninggal dan tidak dikenal masuk dalam daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Data ini disampaikan oleh Pengawas Kecamatan (Panwascam), Masalembu, Sumenep, Hidayat pada Rabu (24/05/2023).
Hidayat mengatakan, pencantuman data tersebut dalam DPSHP terbilang ganjil. Apalagi petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) telah melakukan pencocokan dan penelitian (coklit).
“Ini aneh, pantarlih sudah tahu ada pemilih di daftar pemilih sementara itu tidak dikenal dan ada yang meninggal, tapi oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK) masih dipaksakan dimasukkan dalam daftar pemilih,” kata pria asli Masalembu tersebut.
Persoalan semrawutnya DPSHP ini, Hidayat melanjutkan, terjadi di empat desa di Kecamatan Masalembu, yaitu Desa Masalima, Sukajeruk, Masakambing, dan Keramian. Total pemilihnya 21.368 orang.
“Mestinya pada saat coklit orang yang sudah meninggal ya hapus saja, wong sudah sama-sama tahu. PPS, PPK, dan pantarlih sama-sama tahu orangnya meninggal. Kalau tidak bisa dihapus untuk apa ada pantarlih dan coklit,” kata Dayat, sapaan akrabnya.
Dayat sendiri mengaku telah bersurat ke Bawaslu Sumenep serta mengirim surat untuk perbaikan pada PPK Masalembu, tapi pihak PPK tidak mau menghapus data pemilih yang meninggal dan tidak dikenal itu.
“PPK tidak mau menghapus, katanya mereka tidak boleh dihapus oleh KPU,” papar Dayat.
Sementara itu, pengawas Desa Masalima Syamsuddin juga mengatakan hal yang sama bahwa di Desa Masalima sekitar 2.000 lebih pemilih tidak dikenal, meninggal, dan salah penempatan TPS.
Data ini menurutnya semrawut karena PPK dan PPS tidak mengikuti hasil coklit pantarlih.
“Pantarlih itu kan sudah ngecek NIK dan KK, datanya pasti valid. Tapi, kok orang yang tanpa NIK dan KK itu tetap dimasukkan oleh PPS,” kata dia sangat heran.
Syamsuddin juga berupaya mengirim surat imbauan kepada PPS Desa Masalima agar diperbaiki DPSHP bagi pemilih yang meninggal dan tidak dikenal.
“Surat imbauan kami sudah diterima oleh PPS Masalima, kami tunggu hasilnya,” katanya.
Dalih PPK Masalembu
Sementara itu, Mukhlis Fatmal, divisi data PPK Masalembu, berdalih bahwa pihaknya hanya patuh pada aturan PKPU No 7 Tahun 2022 dan juknis dari KPU. Yang mana, menurutnya, di aturan tersebut tidak diperbolehkan menghapus data orang meninggal tanpa surat kematian.
“Di aturan KPU tidak boleh menghapus data pemilih meninggal jika tanpa surat keterangan meninggal minimal dari desa. Jadi, kami harus sesuai dengan aturan administrasi. Nanti kami kena,” kata dia.
Bagaimana jika PPK, panwas, dan pantarlih sama-sama tahu ada orang meninggal tapi masih masuk dalam DPSHP? Menurut Mukhlis, pihaknya tetap harus konsisten pada aturan.
“Ibaratnya orang pindah domisili, kami sama-sama tahu. Tapi, kalau tidak ada KTP dan KK-nya ya tidak bisa dimasukkan dalam daftar pemilih. Jadi kami de jure. Untuk itu, kalau panwascam mau menghapus itu (daftar pemilih meninggal) bawa ke sini surat kematiannya. Akan kami hapus,” papar pria asli Masalembu itu.
Adapun nama-nama yang tidak dikenal tetapi tetap dipaksakan masuk dalam DPSHP, menurut Mukhlis, juga sudah sesuai aturan PKPU No 7 Tahun 2022. Namun ketika ditanya lebih lanjut di pasal berapa yang menjelaskan bahwa nama tidak dikenal tidak boleh dihapus dari DPSHP, dia tidak menunjukkan secara detail.
“Saya tidak hafal ini, tapi ada pasalnya,” kata dia.
Jika tidak ada perubahan lagi, maka data itu akan ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap (DPT) pada Juni 2023 sesuai jadwal KPU.
Cermin Omong Kosong Rezim
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Dr M. Uhaib As’ad MSi yang juga orang Masalembu memberi respons keras terkait soal DPSHP ini. Menurut dia, carut marut daftar pemilih itu adalah bukti omong kosong rezim dalam mengelola demokrasi.
“Inilah pasar gelap demokrasi, wilayah sekecil Masalembu saja problemnya seperti itu, bagaimana di nasional,” kata pria yang juga dosen ilmu politik dan kebijakan publik tersebut.
Ditanya soal PKPU No 7 Tahun 2022 yang melarang menghapus data pemilih yang tidak dikenal, menurut Uhaib, dirinya tidak pernah menemukan aturan demikian. Sekalipun ada aturan itu pasti cacat.
“Kan orang sudah tidak diketahui, masak itu tidak boleh dihapus. Kalaupun ada kebijakan seperti ini, pasti pembuatnya ngawur. Itu peraturan bobrok,” kata dia.
Uhaib juga menegaskan bahwa seharusnya orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu di Masalembu itu netral dan jujur.
“Janganlah terlibat dalam persekongkolan jahat yang bisa merusak demokrasi,” tegasnya. (red)