SUMENEP, Seputar Jatim – Dugaan rekayasa dalam penggantian kWh meter di tambak udang milik Jailani bukan sekadar persoalan teknis, ini berpotensi menjadi skandal sistemik.
Bukti-bukti awal mengarah pada praktik manipulatif oleh oknum petugas PLN, namun hingga kini, PLN ULP Sumenep, Madura, Jawa Timur, belum menunjukkan itikad serius untuk menegakkan keadilan bahkan iam seribu bahasa.
“Kami masih melakukan komunikasi dengan Jailani dan Bunahwi, untuk tindak lanjutnya seperti apa,” kata Kepala ULP PLN Sumenep, Pangky Yonkynata. Kamis (24/4/2025).
Namun saat ditanya soal legalitas surat kuasa yang digunakan sebagai dasar penggantian kWh meter, ia justru belum bisa memastikan keabsahannya.
“Makanya kami akan komunikasi dengan Bunahwi,” katanya.
Ia juga tidak bisa memberikan kepastian terkait keberadaan surat pemutusan hubungan kerja (PHK) salah satu oknum yang masih muncul di lapangan meski diklaim sudah tidak lagi bertugas.
“Kalau untuk bukti surat PHK itu ada di atasan saya. Tentu, saya tidak bisa langsung menunjukkan, harus koordinasi dulu,” ucapnya.
Padahal sebelumnya, nama eks pegawai PLN bernama Dani disebut-sebut masih terlibat dalam tindakan teknis di lapangan terkait kasus Jailani.
Belum juga dugaan kongkalikong antara Dani dengan Benny dan Iksan, yang dalam hal ini keduanya bertindak sebagai eksekutor penggantian kWh meter di tambak Jailani.
Hal ini memunculkan pertanyaan publik atas lemahnya sistem pengendalian internal di tubuh PLN Sumenep.
Sikap pasif dan tidak konsisten PLN dalam menangani persoalan ini menambah keraguan publik. Jailani pun terkesan diperlakukan sebagai tertuduh, tanpa kejelasan prosedural dan pembuktian yang sahih.
Diketahui sebelumnya, nama Iksan mencuat sebagai pelapor dugaan penyalahgunaan listrik. Sementara Benny adalah petugas resmi dari PLN Sumenep yang menyerahkan surat pelanggaran dan denda kepada Jailani (Persil, adik Bunahwi).
Hingga kini, Kepala ULP PLN Sumenep belum menjelaskan secara terbuka siapa Iksan, apa kapasitasnya, dan motif pelaporannya.
Ironisnya, laporan itu menggunakan surat kuasa dari seseorang bernama Bunahwi kerabat Jailani. Namun surat tersebut tak memiliki tanggal dan tidak pernah diverifikasi PLN. Aksi penggantian kWh meter bahkan dilakukan dua hari sebelum laporan resmi masuk.
Praktik ini diduga melanggar prinsip dasar administrasi dan legalitas tindakan BUMN sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dikonfirmasi terpisah, Manager UP3 PLN Madura, Fahmi Fahresi, mengaku belum mengetahui kasus tersebut.
“Ya, Achmad Hamdani itu siapa, petugas PLN atau seperti apa?” tuturnya.
Fahmi masih akan melakukan koordinasi internal untuk mengetahui duduk perkara sebenarnya.
“Sebentar, saya kroscek juga ke Sumenep ya. Ntar ada Humas saya yang akan menghubungi jenengan setelah ini,” pungkasnya. (Sand/EM)
*