Daerah

Puluhan Ton Sampah Tertumpuk, DLH Sumenep Akui Mesin RDF Kewalahan

×

Puluhan Ton Sampah Tertumpuk, DLH Sumenep Akui Mesin RDF Kewalahan

Sebarkan artikel ini
IMG 20250708 WA0009
TERSENYUM: Kepala Bidang Persampahan DLH Sumenep, Deddy Surya, ketika berbicara tumpukan sampah di Sumenep (Doc. Seputar Jatim)

SUMENEP, Seputar Jatim – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, merasa kewalahan untuk mengalola sampah yang terus datang setiap hari.

Diketahui, sebanyak 36 ton sampah yang menumpuk, namun hanya 3 sampai 4 ton yang berhasil diolah menjadi energi.

Satu-satunya mesin Refuse Derived Fuel (RDF) yang dimiliki DLH Sumenep ibarat prajurit tunggal di medan perang. Sebab, kapasitas maksimumnya hanya 10 ton per hari.

Selebihnya, puluhan ton sampah terus menumpuk tanpa jada, menunggu waktu membusuk atau dikubur begitu saja.

“Kami berjuang sebisanya. Tapi kalau sampah terus datang tanpa henti, dan yang bisa diolah cuma segitu, ya TPA ini tinggal menunggu waktu untuk kolaps,” ujar Kepala Bidang Persampahan DLH Sumenep, Deddy Surya. Selasa (8/7/2025).

Baca Juga :  BRIDA Sumenep Dorong Kampus Lokal Lebih Serius Kembangkan Riset yang Aplikatif

Menurutnya, sumber utama sampah berasal dari aktivitas rumah tangga, pasar, dan pusat-pusat perdagangan. Yang menjadi masalah bukan hanya jumlah, tetapi juga karakteristik sampah yang belum terpilah. Semua tercampur jadi satu baik organik, plastik, logam, hingga limbah medis rumahan.

“Kalau datangnya sudah dalam kondisi campur aduk, maka proses olahnya jadi jauh lebih sulit. Mesin RDF tidak bisa sihir. Butuh input yang bersih,” jelasnya.

Meski pihaknya sudah menggencarkan berbagai strategi teknis yaitu menambah armada, memperluas titik-titik drop box, hingga membentuk belasan bank sampah di tingkat RT dan RW. Tapi semua itu seperti membasuh luka besar dengan kapas kecil jika kesadaran masyarakat tetap rendah.

“Kita bisa beli alat baru, kita bisa bangun sistem baru, tapi kalau masyarakat masih buang sampah seenaknya, semua akan sia-sia. Ini bukan sekadar urusan pemerintah, ini soal perilaku kolektif,” tegasnya

Ia pun mengaku banyak warga yang masih membuang sampah langsung ke sungai atau pinggir jalan saat malam hari.

Bahkan, ada yang menganggap memilah sampah itu merepotkan dan tidak penting. Padahal, kebiasaan itu justru yang mempercepat kehancuran sistem pengelolaan.

Dan saat ini, pihaknya mencoba membalik pendekatan. Edukasi bukan lagi hanya dalam bentuk spanduk dan brosur, tapi melalui gerakan komunitas sekolah berbasis lingkungan, kader pilah sampah di tiap kelurahan, dan pelibatan aktif pemuda. Program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) tidak lagi hanya slogan, tapi sedang dijadikan gaya hidup.

“Kita ingin menciptakan revolusi lingkungan dari rumah-rumah warga. Kalau semua orang sadar, meski hanya mengurangi satu kantong plastik per hari, itu sudah luar biasa,” imbuhnya.

Baca Juga :  Bupati Sumenep Pastikan RPJMD 2025-2029 Dapat Dijadikan Tolak Ukur Keberhasilan Pembangunan Daerah

Deddy mengingatkan, bahwa bom waktu lingkungan ini tidak akan menunggu. Jika tidak ada perubahan perilaku besar-besaran, maka bukan hanya TPA yang akan runtuh, tetapi juga kualitas hidup generasi mendatang.

“Lingkungan yang kita rusak hari ini adalah warisan buruk untuk anak cucu kita besok. Pertanyaannya, maukah kita diingat sebagai generasi yang diam saat krisis datang?,” tukasnya. (Sand/EM)

*

Tinggalkan Balasan