Seputarjatim.com- Saya juga heran, belum mengerti. Sebagai jendela dunia, media, belum dipahami utuh. Dengan media, sebuah peristiwa diketahui luas. Peran jurnalis yang berjibaku waktu, menghadirkan berita kepada masyarakat. Jurnalis mewakili ribuan bahkan jutaan pembaca atau penontonnya. Maka ada istilah, berkawan dengan jurnalis, ibarat berkawan dengan masyarakat banyak. Memang benar.
Dalam sebuah even, peran jurnalis menjadi poin penting keberhasilannya. Itu mengapa, para humas, panitia even, dan pemilik acara merasa harus mengundang insan pers untuk terlibat didalamnya. Sebagai analogi, jangankan even besar, sebuah lomba mainan tradisional yang digelar di halaman rumah dengan tenda sederhana, bisa diketahui dan ditonton jutaan orang. Itulah peran media.
Yang celaka adalah penggagas even mengenyampingkan urgensi pers. Karena ini fatal. Entah sadar atau tidak, sang pelaksana merasa percaya diri agenda yang dihelatnya bakal sukses dan diketahui masyarakat. Merasa jurnalis akan datang sendirinya.
Sebenarnya saya merasa miris, evaluasi berbagai even yang digelar di Sumenep kacau. Banyak yang digelar asal jadi, asal jalan, asal dan asal. Tak pernah dievaluasi. Anti masukan, dan justru tidak membuka ruang bagi jurnalis untuk urun rembuk membahasnya.
Maka jangan heran, bila demikian situasinya, sisa even yang akan digelar hingga akhir 2023 mendatang bakal sepi jurnalis. Gejala ini sudah nampak dalam obrolan jurnalis televisi, khususnya.
Sepertinya, malam tadi (Sabtu, 20 Mei 2023) berlangung gebyar Sumenep Pentahelix dengan logo Sumenep barunya. Saya sempat melihatnya dalam story WA teman, bukan dari media, apalagi kemasan berita TV.
Sebagai jurnalis TV, sekretaris Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Madura Raya, saya mengajak rekan-rekan seprofesi untuk tidak menunggu gagapnya pola komunikasi yang dibangun pemerintah segera disadari.
Konkritnya, tak harus meliput sebuah even Sumenep, ditengah buruknya komunikasi yang dibangun. Justru lebih elegan, kita, jurnalis, memblejeti pekerjaan rumah pemerintah. Mulai dari keberadaan jalan rusak, sengketa tanah Gersik Putih sebuah proyek reklamasi misterius, sekolah nyaris ambruk, atau menggilanya aktifitas penambangan galian C.
Tetap sehat, sahabatku seluruh Jurnalis. Tak harus punya motor Trail untuk mengucapkan salamku di akhir tulisan ini. Kita jurnalis juga bermotor, gaskeun liputan, Salam Satu Aspal..! (red)