Seputarjatim.com- RT ku sejarah dua benua. Berada di areal persawahan. Tapal batas Kota dan Kalianget. Ujung landasan Bandara Trunojoyo. Titik nol take of pesawat, yang hilir mudik selama dua hari seminggu. Tak banyak yang tahu, jika kawasan ini, RT ku, adalah sejarah panjang Madura. Bahasa saya, RT dua benua, Asia dan Eropa.
Menarik dan harus diketahui publik, kawula muda utamanya. Marengan Daya adalah sejarah Madura. Dulu tinggal disini Dirk Van Duijne, orang terkaya tak hanya se-Kabupaten Sumenep, tapi se-Madura! Dirk Van Duijne menjadi motor penggerak ekonomi, mendirikan Hotel termegah saat itu, membangun gereja pertama Madura. Usahanya semakin berkembang, mulai dari usaha pergaraman, transportasi, perkebunan hingga perhotelan. Sisa-sisa kemegahan masih bisa kita lihat sampai sekarang, kecuali bangunan gereja yang telah runtuh.
Dirk Van Duijne adalah warga Belanda, lahir di kota Scheveningen Den Haag pada tahun 1838. Awalnya dia adalah seorang Kapten kapal kerajaan Belanda yang bertugas di Jawa. Tahun 1858 Dirk pindah ke Sumenep, dan memulai usahanya disini. Kota modern didirikan, sama modern dengan Kalianget yang terletak di sisi timurnya.
Tidak hanya itu, situs bersejarah lainnya disini adalah ghaladak rantai. Sebagai pintu transportasi utama, khususnya pengangkutan garam. Jembatan dengan sistem buka-tutup ini menjadi jalur penting di masanya. Letaknya hanya beberapa meter dari RT-ku. Kata sesepuh disini, kalau konteks hari ini, ghaladak rantai jauh lebih penting dari jembatan Suramadu.
Di titik wilayah RT ku, dulu, banyak tinggal warga Eropa. Mereka yang secara kasta sosial adalah kaum elit dan bangsawan. Rumahnya masih berjajar hingga saat ini. Tinggi, luas, dengan taman yang kini tampak tua. Makam warga Eropa juga ada di sekitar sini. Tempat peristirahatan terakhir, walaupun tak terawat.
Sebenarnya tulisan ini saya buat sehari setelah dilangsungkan pemilihan Ketua RT yang baru, RT 16 RW 3, Dusun Cemara, Desa Marengan Daya, Kota Sumenep. Rapat yang digelar pada Jumat malam, 14/7/2023 memang bukanlah rapat elit dan bangsawan, seperti yang dulu (tahun 1800-an) sering digelar disini. Walau demikian, semangat yang terpancar adalah keinginan untuk membuat maju, RT ku dan Marengan Daya seperti dulu.
Duduk lesehan di tanah Marengan Daya, puluhan warga bersila, ada kepala desa, sesepuh, warga RT lengkap dengan anak-anak. Satu ide yang terangkum disini, yakni: mengembalikan kejayaan Marengan Daya. Dimulai dari RT-ku. RT dua Benua…! (*)