SUMENEP, seputarjatim.com- Kabar tentang carut marutnya managemen UMKM dan minimnya penghasilan pengrajin batik lokal dan program pengadaan batik untuk ASN di kabupaten Sumenep hingga kini menarik perhatian serius dari masyarakat luas.
Ada yang menghujat bupati yang dianggap tidak becus dan bla-bla-bla. Ada yang mau mendemo kepala Disperindag selaku kepanjangan tangannya bupati dalam hal pemberdayaan UMKM. Ada yang mengkritik pihak ke-3 yang terlibat didalamnya, tetapi tidak memperhatikan kelayakan upah bagi pengrajin dan bahkan ada yang mengatakan : “Pengrajin batik gun ekalak pellona“.
Begitulah bermacam pendapat masyarakat tentang program batik ASN.
Bagi saya, inisiatif untuk memberdayakan dan mengembangkan potensi lokal (SDM dan SDA) adalah suatu keharusan yang harus segera dieksekusi oleh pemerintah maupun masyarakat luas. Tapi ingat, pemberdayaan disini bukan dalam artian merusak fisik maupun mental, tetapi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis kearifan lokal, bukan sebaliknya.
Ingat, kata kuncinya itu “Pemberdayaan dan Pengembangan Potensi Lokal”. Yang belum berdaya harus diberdayakan, bukan diperdayai (dikelabui). Yang belum berkembang harus didorong agar mampu mengembangkan potensinya yang diawali dengan merubah mindset (orientasi) secara personal maupun kelompok. Apapun dan bagaimanapun caranya harus dicarikan solusinya.
Kebijakan bupati tentang program batik untuk ASN ini semangat pemberdayaannya sudah jelas dan jika perlu bidang usaha lainnya dibuatkan payung hukum dan berlaku bagi semua stakeholder yang ada guna meningkatkan kesejahteraan rakyat yang menggeluti UMKM.
Sebagaimana kebijakan sebelumnya seperti program beras untuk ASN yang semangatnya untuk melindungi petani sendiri. Buat apa membeli produk daerah lain, jika rakyatnya sendiri bisa memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan, meskipun sempat disorot oleh nitizen.
Kembali pada program batik ASN yang perlu diperhatikan dan dibenahi adalah bagaimana program tersebut dapat diteruskan tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan khususnya bagi UMKM itu sendiri.
1. Soal upah minimum pengrajin batik agar tidak muncul anasir negatif bagi semua pihak yang terlibat didalamnya. Jika perlu stardart upah itu kita ambil patokan maksimal yang berlaku dikota besar. Karena hal ini terkait soal keberlangsungan produksi UMKM.
2. Soal Kontrak Karya. Jika program ini tetap dilanjutkan maka pemerintah harus merangkul semua pengrajin batik mandiri dan atau yang tergabung dalam koperasi yang ada. Begitu juga soal pengadaan seragam sekolah, mestinya bisa melibatkan penjahit lokal yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Sumenep.
3. Pihak Ke-3 Jangan Gunakan Jurus Aji Mumpung. Bolehlah ikut nimbrung dalam program tersebut, tapi jangan sekali-kali mengorbankan usahanya rakyat kecil begitu sulit mencari uang demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Jika pemerintah menggunakan jasanya pihak ke-3 karena regulasi mengharuskan demikian, maka pemerintah harus tegas saat membuat kontrak kerja dengan pihak ke-3 dan jangan biarkan mereka bebas menggunakan jurus aji mumpung !
Siap yang tidak tergiur dengan keuntungan besar ? Komunitas mana dan perusahaan yang mana yang tidak tergoda dengan kegiatan profit yang digeluti? Semua pasti berharap nyaman dan aman.
Hanya orang “pegek” yang mau melawan keseimbangan kehidupan.
Yuk kita bangun bersama Sumenep demi rakyat kita. Hanya demi rakyatlah yang bisa menyatukan semua kepentingan yang ada. (red)