SUMENEP, Seputar Jatim – Direktur RSUD dr. H. Moh. Anwar Sumenep, Erliyati, tetap menunjukkan dedikasinya dalam membenahi layanan rumah sakit meski diterpa isu miring terkait rekrutmen tenaga melalui skema Ikatan Kerja Sama (IKS).
Dia pun menjadi sorotan usai RSUD menggunakan skema IKS dalam menambah kebutuhan tenaga kerja non-ASN.
Namun, Erliyati justru secara terbuka menantang siapa pun yang bisa membuktikan adanya praktik nepotisme.
“Mas… Siapa pun yang bisa membuktikan bahwa saya merekrut saudara atau keponakan lewat IKS, silakan tunjukkan,” tegasnya, Erliyati dalam sebuah pertemuan pasca kepulangannya dari ibadah haji, sebagaimana dituturkan oleh, wartawan senior di Sumenep, Hambali Rasidi.
Menurut penuturan Pemilik Media Online Mata Madura, Direktur RSUD itu menjelaskan bahwa perekrutan tenaga non-ASN melalui skema IKS merupakan bagian dari strategi jangka panjang RSUD dalam menyambut akreditasi tipe B pada tahun 2026.
Semua proses dilakukan sesuai regulasi, yakni Permendagri No. 79 Tahun 2018, Perbup Sumenep No. 57 Tahun 2020, dan Keputusan Direktur RSUD.
Sejak Februari 2025, RSUD dr. H. Moh. Anwar telah resmi naik kelas dari tipe C ke tipe B, menyusul penerapan program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang merupakan kebijakan nasional.
Ia mencatat bahwa sebelum status tersebut diraih, Erliyati telah lebih dulu mencicil berbagai pembenahan, baik dari sisi layanan, infrastruktur, hingga manajemen.
Sosok Erliyati yang dikenal gesit bahkan dijuluki sebagai “Ibu Risma-nya Sumenep” karena gaya kerjanya yang cepat, tegas, dan penuh dedikasi.
Sejak dilantik pada April 2019 lalu, ia langsung berhadapan dengan krisis keuangan rumah sakit akibat tunggakan BPJS.
Saat pandemi Covif-19 datang, tantangan bertambah. Namun, keduanya justru menjadi momentum pembuktian kepemimpinannya.
Lewat strategi yang terukur dan responsif, RSUD Sumenep mampu bangkit dan mendapatkan Akreditasi Paripurna (Bintang Lima) dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada November 2022.
Dalam catatan Hambali, salah satu gebrakan Erliyati yang paling bersejarah adalah mendirikan Poli Onkologi yang menjadi satu-satunya di Pulau Madura.
Bahkan, di Jawa Timur, kata dia, layanan tersebut hanya tersedia di RSUD Sumenep dan RSUD dr. Soetomo Surabaya.
Selain itu, unit layanan hemodialisa direnovasi, ditambah fasilitas tempat tidur, hingga pengadaan layanan kemoterapi, patologi anatomi, dan ortopedi. Semua perubahan itu dilakukan secara bertahap, namun terarah untuk meningkatkan kenyamanan dan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Modernisasi juga dilakukan pada peralatan medis, seperti penambahan CT Scan kedua, mammografi, serta persiapan alat terapi hiperbarik senilai Rp 5 miliar. Sistem pelayanan pun dikembangkan menuju digitalisasi agar lebih efisien dan ramah pasien.
Meski banyak pencapaian, Erliyati tidak lupa akan nilai dasar yang ia tanamkan sejak awal “Bismillah Melayani.” Sebuah filosofi pelayanan yang mengedepankan keikhlasan, kesabaran, dan kepekaan terhadap kebutuhan pasien.
“Rumah sakit ini milik masyarakat. Siapa pun berhak memberi saran atau kritik, dan kami wajib menindaklanjuti,” bebernya.
Ia juga memperkuat peran Instalasi Peduli Pelanggan (IPP) sebagai wadah pengaduan dan masukan langsung dari publik.
Bagi Erliyati, lanjut dia, transformasi rumah sakit tidak cukup hanya dengan fisik atau alat, melainkan juga dari budaya kerja yang humanis dan profesional.
Hambali juga mencatat bahwa di tengah tekanan dan sorotan, Erliyati pernah mengungkapkan keluhannya secara lirih. “Saya seperti lilin. Menerangi sekitar, tapi diri saya dibakar. Bukan terbakar,” tuturnya, menirukan ucapan Erliyati.
Ungkapan itu, kata dia, mencerminkan pengabdian dan pengorbanan yang senyap tapi menyala. Dalam diam, ia bekerja. Dalam tekanan, ia tetap melayani. (EM)
*