News

Aktivis Nilai Kehadiran Mie Gacoan di Sumenep Bakal Jadi Ancaman Besar Bagi Pelaku UMKM

×

Aktivis Nilai Kehadiran Mie Gacoan di Sumenep Bakal Jadi Ancaman Besar Bagi Pelaku UMKM

Sebarkan artikel ini
IMG 20250206 WA0015 scaled
MENGERJAKAN: Proses pembangunan tempat mie gacoan di Kabupaten Sumenep (SandiGT - Seputar Jatim)

SUMENEP, Seputar Jatim – Kehadiran mie gacoan di Kabupaten Sumenep, Madura, Sumenep, Jawa Timur, tengah menjadi sorotan aktivis.

Mie gacoan yang mulai dibangun di jantung kota itu, dinilai bakal berdampak signifikan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) lokal khususnya di Kabupaten Sumenep sendiri.

Aktivis Sumenep, Andi Irawan mengatakan, dapat diketahui bersama bahwa Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo, mendongkrak UMKM Sumenep lebih maju sejak menjadi wakil bupati tahun 2014 silam.

“Sekarang dapat kita lihat bersama akan bertahan samapai kapan di Sumenep. Jika itu bisa bertahan lama maka dapat dipastikan itu membunuh UMKM lokal Sumenep,” ujarnya. Kamis (6/2/2025).

Baca Juga :  Koprasi Simpan Pinjam di Sumenep Harus Berbasis Modernisasi

Karena harga yang kompetitif dan strategi pemasaran yang agresif, lanjut dia, anak muda cenderung lebih tertarik mencoba makanan dari merek besar dibanding warung kecil yang menawarkan menu tradisional.

“Hal ini berpotensi membuat warung-warung mi khas daerah kehilangan pelanggan. Mie Gacoan membawa dampak yang kompleks terhadap UMKM lokal,” tegasnya.

Lanjut ia menegaskan, di satu sisi restoran ini membantu menggerakkan ekonomi dengan menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha bagi pemasok lokal. Namun, di sisi lain, persaingan ketat bisa membuat warung kecil kesulitan bertahan.

“Jadi UMKM tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang, mereka harus beradaptasi dengan perubahan pasar, mengadopsi strategi pemasaran modern, dan tetap menjaga keunikan produk mereka. Persaingan bukan hanya tentang harga, tetapi juga pengalaman dan kualitas yang diberikan kepada pelanggan,” tegasnya.

Lantas, kata dia, UMKM di Sumenep bisa bersaing dengan Mie Gacoan, Atau justru banyak yang terdampak negatif.

“Konsumen yang terbiasa dengan rasa dan konsep Mie Gacoan mungkin mulai menganggap warung mie tradisional kurang menarik atau ketinggalan zaman. Ini bisa menyebabkan penurunan minat terhadap variasi mie khas daerah yang dijual UMKM,” tandasnya.

“Namun, UMKM lokal bisa tetap bertahan dengan diferensiasi, seperti menyajikan rasa khas daerah, pelayanan lebih personal, atau menonjolkan konsep unik yang tidak bisa ditiru oleh jaringan restoran besar, sehingga muncul pertanyaan mampukah UMKM lokal kita?,” pungkasnya. (Sand/EM)

*

Tinggalkan Balasan