SUMENEP, Seputar Jatim – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menguji 11 calon Komisioner Komisi Informasi (KI) melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Seleksi ini menjadi pintu masuk penting bagi penguatan keterbukaan informasi di daerah.
Sementara, Daftar kandidat yang mengikuti proses seleksi meliputi Hasdani Roy, Imam Syafi’e, Achmad Ainol Horri, Badrul Akhmadi, Mukh Anif, Winanto, Muhammad Harun, Adnan AR, Kamarullah, Rifa’i, dan Sufiyanto.
Komisi Informasi merupakan lembaga yang mengawal pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) serta menjadi wasit dalam penyelesaian sengketa informasi.
Di tengah tuntutan publik atas transparansi, keberadaan KI di Sumenep menjadi ujian nyata bagi komitmen pemerintah daerah terhadap akuntabilitas.
Ketua Komisi I DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath menyatakan, keterbukaan informasi bukan sekadar jargon reformasi birokrasi, melainkan bagian dari prinsip demokrasi yang menjamin hak asasi warga negara.
“Hak rakyat untuk mengetahui kebijakan dan proses penyelenggaraan pemerintahan dijamin konstitusi. Pemerintah wajib menyampaikannya secara luas,” tegasnya, Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, pelaksanaan fit and proper test secara terbuka menunjukkan DPRD ingin memastikan komisioner terpilih memiliki kapasitas, integritas, dan visi yang jelas.
“Ini bukan formalitas. Para calon harus siap memberi kontribusi nyata untuk memperkuat transparansi informasi di Sumenep,” ujarnya.
Meski demikian, tantangan keterbukaan informasi di Sumenep masih besar. Sejumlah laporan dari masyarakat mengindikasikan lambatnya respons badan publik terhadap permintaan data, bahkan ada kasus yang berujung pada sengketa di KI.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa komisioner baru akan memikul tugas berat, bukan hanya menjalankan fungsi formal, tetapi juga membangun budaya transparansi di lingkungan birokrasi.
Pengamat kebijakan publik menilai, seleksi kali ini akan menjadi tolok ukur keseriusan DPRD dan Pemkab Sumenep dalam mewujudkan pemerintahan yang terbuka.
Jika prosesnya transparan dan hasilnya melahirkan komisioner yang independen, kepercayaan publik berpeluang meningkat. Sebaliknya, jika sarat kompromi politik, keberadaan KI bisa kehilangan taring.
Dengan masa jabatan yang akan berlangsung selama empat tahun, komisioner terpilih diharapkan mampu menegakkan prinsip keterbukaan informasi, mengedepankan penyelesaian sengketa secara adil, dan mendorong partisipasi publik dalam pembangunan daerah. (EM)
*