SURABAYA, seputarjatim.com- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendorong penerapan satu data (single data) dalam merencanakan program pembangunan yang terukur dan komprehensif di Jatim. Menurutnya, dengan adanya single data yang akurat dan presisi, maka intervensi dari seluruh program pembangunan yang dilakukan hasilnya akan lebih signifikan.
“Sensus Penduduk tahun 2020 yang berbasis administrasi kependudukan merupakan jalan luar biasa untuk menuju single data. Bila kita punya single data maka akan menciptakan efisiensi luar biasa serta bisa menjadi referensi bagi data yang lain misal pembuatan SIM, imigrasi , data perbankan dan sebagainya,” kata Khofifah saat menghadiri Rapat Koordinasi Satu Data Kependudukan yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Hotel Harris Gubeng Surabaya.
Khofifah mengatakan, single data yang akurat dan presisi akan menjadi dasar dan pertimbangan dalam pengambilan suatu kebijakan. Selain itu tingkat transparansi akan lebih tinggi sehingga dapat juga mencegah tindak pidana korupsi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
“Ini sebetulnya punya makna yang luar biasa sebagai upaya merapikan seluruh administrasi pemerintahan yang akan datang. Betapa susahnya bila ingin mengintervensi suatu program misal pengentasan kemiskinan tapi datanya tidak update maka dikenallah inclusion dan exclusion error yang bisa terjadi kapanpun dan dimanapun,” katanya.
Khofifah mengungkapkan di era saat ini pembaruan atau update data bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Ke depan, kata dia, dengan adanya mekanisme update data secara online system maka masyarakat pun bisa melakukan update data secara mandiri.
“Pemprov Jatim akan sangat terbantu jika SP 2020 yang akan dilaksanakan Badan Pusat Statistik menggunakan basis data adminduk sekaligus bisa digunakan untuk melakukan koreksi data. Caranya dengan membangun konektivits dengan tim yang melakukan entry data di setiap daerah misalnya di Dispendukcapil maupun dinas teknis terkait,” terangnya.
Khofifah mencontohkan kasus stunting yang ada di Jatim. Dibutuhkan data detail berapa jumlah anak yang masuk kategori stunting di daerah tertentu sehingga intervensi yang dilakukan bisa lebih fokus dan efektif. Selain itu bisa ditentukan dengan siapa dan bagaimana bentuk kerjasama untuk mengatasi masalah tersebut.
“Betapa pentingnya data untuk menjadi referensi bagi siapapun yang akan mengintervensi program. Soal stunting misalnya kami butuh kemiteraan lebih luas dan dukungan dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan program penurunan stunting yang lebih cepat dan efektif di beberapa daerah,” katanya.
Tidak hanya masalah stunting, lanjut dia, update data ini penting dilakukan dalam melakukan intervensi tiga upaya prioritas Pemprov Jatim. Yakni penurunan angka kemiskinan terutama di pedesaan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta mengurangi ketimpangan atau disparitas baik antara kota dan desa maupun wilayah utara dan selatan Jatim.
Kedepan, Khofifah mengusulkan kepada BPS agar sampling yang dilakukan di 25 pasar di Jatim untuk menghitung tingkat inflasi bisa dilakukan adjustment atau penyesuaian baru. Terutama beberapa daerah yang pasarnya menjadi sentra industri dan ekonomi misal Bojonegoro dan Tuban . Dengan begitu dapat dihitung tingkat inflasi dilihat dari pergeseran pertumbuhan ekonomi yang bergerak di masing- masing daerah.
Khofifah juga meminta BPS untuk membangun komunikasi secara kontinyu dengan para Bupati-Walikota dalam memberikan update data kemiskinan agar upaya intervensinya lebih valid dan fokus. Para kepala daerah juga diharapkan pro aktif kordinasi dengan BPS agar saat sensus penduduk dilaksanakan bulan februari nanti bisa terkonfirmasi misalnya mengenai besaran pengeluaran rumah tangga per bulan dari setiap daerahnya yang menjadi basis perhitungan kemiskinan.
“Pada posisi ini dimana dinamika dari pergeseran pertumbuhan ekonomi dari satu daerah dengan daerah yang lain berbeda. Format seperti ini harus ada ruang untuk diskusi karena dinamika ekonomi saat ini dan 10 tahun lalu berbeda,” katanya.
Ke depan, tambah dia, dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada 25 November lalu, maka keberadaan single data menjadi sangat penting bagi Pemprov dalam upaya melakukan intervensi berbagai sektor dengan presisi yang tinggi. Dimana dalam perpres tersebut akan ada 218 proyek strategis nasional di Jatim dengan nilai investasi mencapai Rp. 292,4 triliun.
“Bila semua ini berjalan maka signifikansi pertumbuhan ekonomi nasional dapat terwujud. Maka kami butuh penguatan data baik yang sudah dilakukan Bank Indonesia maupun pakar statistuik sehingga dari setiap investasi kami berharap ada signifikansi terhadap pertumbuhan ekonomi dan PDRB Jatim sekaligus cipta lapangan kerja baru sehingga kemiskinan akan berkurang,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Gubernur Jatim didampingi Deputi Bidang Statistik Sosial BPS RI dan Sestama BPS RI melakukan
penandatanganan komitmen dukungan untuk kegiatan Sensus Penduduk pada tahun 2020 mendatang. Penandatanganan tersebut kemudian diikuti penandatanganan serentak oleh Kepala OPD di lingkungan Pemprov Jatim. (mi/red)