SUMENEP, Seputar Jatim – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, mematangkan sebuah agenda besar dengan menyusunnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Dokumen ini bukan sekadar cetak biru lima tahunan. Namun, adalah penentu arah ke mana Sumenep akan melangkah, dan siapa saja yang akan dibawa. Saat ini, RPJMD memasuki fase konsolidasi lintas sektor.
Kepala Bappeda Sumenep, Arif Firmanto, menyampaikan, bahwa proses kali ini mengusung pendekatan yang berbeda dari sebelumnya.
“Kami ingin memastikan tidak ada satu pun suara yang tertinggal. Ini bukan hanya tentang target makro, tapi tentang bagaimana menjadikan pembangunan sebagai hak semua warga, termasuk yang tinggal di pulau-pulau kecil,” ujarnya. Rabu (18/6/2025).
Proses penyusunan, lanjut dia, dimulai sejak awal tahun dan berpuncak pada Musrenbang RPJMD yang digelar di Pendopo Agung pada Mei lalu.
Tak hanya menghadirkan OPD, forum ini mempertemukan elemen masyarakat sipil, tokoh perempuan pesisir, pemuda, dan perwakilan pulau-pulau terpencil seperti Sapeken dan Masalembu.
“Kami tidak ingin RPJMD hanya dibahas oleh elite birokrasi. Ini harus menjadi cermin kolektif dari mimpi masyarakat Sumenep,” katanya.
Ia mengaku, bahwa saat ini berbeda dari pendekatan masa lalu yang terpusat dan teknokratis. Kini, Bappeda juga membuka ruang konsultasi publik nonformal, termasuk melalui diskusi komunitas di desa-desa dan forum daring.
“Salah satu tantangan besar adalah menjaga keselarasan antara visi pembangunan daerah dengan agenda nasional yang tertuang dalam RPJMN 2025–2029,” tegasnya.
Menurutnya, Bappeda aktif menjalin komunikasi teknokratik dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian PPN/Bappenas untuk memastikan bahwa prioritas daerah tidak terlepas dari kerangka besar pembangunan Indonesia.
“Kami tidak ingin terjebak dalam dikotomi lokal dan nasional. Harus ada titik temu di mana kearifan lokal bisa menjadi penguat visi kebangsaan,” bebernya.
Salah satu terobosan penting dalam RPJMD ini adalah dimasukkannya klausul afirmatif untuk wilayah kepulauan.
Sebab, Sumenep memiliki 126 pulau, namun selama ini wilayah kepulauan seringkali hanya hadir sebagai pelengkap dalam narasi pembangunan. Kini, sektor kelautan, perikanan berkelanjutan, dan pariwisata berbasis komunitas desa laut masuk sebagai prioritas utama.
“Kami mendorong adanya klaster pembangunan kepulauan. Ini bukan soal proyek mercusuar, tapi infrastruktur dasar yang manusiawi air bersih, listrik, dermaga, dan pendidikan,” jelasnya.
Tak hanya itu, kata dia, penguatan layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan akan difokuskan pada model berbasis desa inklusif di mana pendekatan layanan disesuaikan dengan karakteristik wilayah.
“RPJMD bukanlah dokumen yang disusun untuk memenuhi kewajiban formal pasca pelantikan kepala daerah. Ia harus hidup, dinamis, dan menjadi acuan nyata bagi RKPD, KUA-PPAS, hingga APBD tahun 2026 dan seterusnya,” ucapnya.
“Kita tidak sedang menyusun makalah akademik. RPJMD ini akan menjadi kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat. Karena itu harus akuntabel dan bisa diukur dampaknya,” imbuhnya.
Bahkan, pihaknya menargetkan rampung pada Agustus 2025 mendatang. Dokumen RPJMD Sumenep kali ini diharapkan mampu menjawab ketimpangan lama.
“Menjangkau mereka yang selama ini tertinggal, dan membawa Sumenep ke arah pembangunan yang lebih berkeadilan bukan hanya dalam angka, tapi dalam kenyataan hidup sehari-hari warganya,” pungkasnya.(Sand/EM)
*