SUMENEP, Seputar Jatim – Budayawan dan Sastrawan Nasional asal Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Ibnu Hajar, memberikan gagasannya mengenai pahlawan kekinian dimomentum Hari Pahlawan Nasional, pada 10 November 2024.
Setiap tanggal tersebut, Bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan, dimana pada saat itu perlawanan bangsa Indonesia terutama arek-arek Suroboyo melawan penjajah.
“Jadi dengan pekik merdekanya Bung Tomo itu mengusir penjajah, karena pada saat itu kita sudah merdeka, kemudian didatangi lagi oleh agresi tentara Belanda ke Negeri kita,” ujarnya, Minggu (10/11/2024)
Oleh karena itu, lanjut dia, dalam konteks kekinian mari budayakan nilai-nilai kepahlawanan. Kalau sekarang sudah tidak berperang, tidak ada penjajah secara fisik, kemudian siapa yang akan menjadi pahlawan.
“Pahlawan adalah mereka yang berjuang untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Pahlawan adalah mereka yang menghibahkan jiwa raganya untuk kemaslahatan ummat, itulah pahlawan dalam konteks kekinian. Karena untuk mencari orang yang seperti itu saat ini ulit sepertinya di negeri ini,” tegasnya.
Lanjut ia mengatakan, jadi apapun profesinya entah buruh tani, aparatur negara, wakil rakyat, entah itu mentri, bahkan presiden sekaligus kalau menghibahkan jiwa raganya dan berjuang untuk kemaslahatan ummat atau berjuang untuk memakmurkan negara ini layak juga disebut sebagai seorang pahlawan.
Oleh karena itu, sambung dia, nilai-nilai kejuangan dan nilai-nilai kepahlawanan itu harus dibudayakan. Di momentum hari ini, jangan memperingati secara seremonial saja, tetapi nilai-nilai yang terkandung di kejuangan para pahlawan yang telah mendahului ayo ditiru.
“Beliau-beliau itu telah mengorbankan jiwa raganya bahkan nyawa pun dia tidak hiraukan, demi kemerdekaan dan demi kemajuan bangsa dan negeri ini,” bebernya.
Tidak hanya itu, ia menegaskan, bahwa siapapun layak menjadi pahlawan, dan siapapun juga layak disebut sebagai seorang pahlawan, asal dia berjuang dengan ikhlas dan tulus, dalam artian tidak berjuang dengan modus.
“Nah, kalau berjuang dengan modus karena kepentingan pribadi, kemudian rakyat dijadikan judul tapi ternyata dibalik itu, ada kepentingan pribadi yang terselip itu juga tidak layak disebut sebagai pahlawan,” kata pria yang selalu memakai topi itu.
Lebih lanjut, pihaknya menyampaikan, jadi bagaimana orang yang menghibahkan dirinya secara tulus dan ikhlas, bahkan orang yang jujur sekalipun, walaupun seorang petani atau nelayan yang jujur ikhlas bekerja kemudian hasil pekerjaannya untuk masyarakat dan itu membawa kesejahteraan bagi ummat maka layak dia disebut sebagai seorang pahlawan.
“Jadi, ayo kita budayakan orang-orang yang seperti itu, agar nilai-nilai kepahlawanan itu tidak hilang dan diwariskan kepada generasi muda kita,” pungkasnya. (Sand/EM)
*