SUPUTAR JATIM – Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia yakni memiliki total 281,6 Juta jiwa per Juni 2024.(Jumlah Penduduk Indonesia Tembus 281 Juta Jiwa | Indonesia Baik, t.t.) Namun, tingkat Pendidikan di Indonesia masih relatif sangat rendah. Pada tahun 2023, berdasarkan data yang dirilis oleh worldtop20.org, peringkat pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari total 209 negara di seluruh dunia.(Aprilia, t.t.) Hal ini dapat menjadi indikator bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih banyak yang harus di perbaiki.
Meskipun Kementerian pendidikan dan kebudayaan terus melakukan evaluasi terhadap pendidikan di Indonesia, kualitas Pendidikan di banyak daerah masih jauh dari harapan. Masalah ketimpangan akses pendidikan, kualitas pengajaran yang kurang memadai, serta kurikulum yang kurang relevan, terus menjadi hambatan utama bagi sistem pendidikan di Indonesia.
Salah satu masalah besar pendidikan di Indonesia, yaitu ketimpangan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di kota-kota besar, fasilitas dan sarana-prasarana cenderung lebih lengkap dan memadai. Sedangkan di pedesaan, pembangunan masih belum merata pada daerah-daerah terpencil. Ini tentu adalah termasuk pada faktor utama mengapa pendidikan di Indonesia masih belum sempurna.
Tak hanya pada masalah infrastruktur dan sarana-prasarana, kurikulum yang tidak relevan bagi peserta didik juga sangat mempengaruhi pada berlangsungnya sistem pendidikan di Indonesia. Kurikulum pendidikan haruslah disesuaikan dengan keadaan masa sekarang, apalagi pada jaman yang hampir semua hal ada keterkaitannya dengan teknologi.
Perkembangan teknologi di zaman ini mempunyai pengaruh kuat terhadap kehidupan, tak terkecuali terhadap pendidikan. Pendidikan selalu saja mengalami perubahan sesuai perkembangan zaman, sehingga menuntutnya ada selalu perbaikan secara terus menenrus. Pendidikan di Indonesia masih saja selalu dihadapkan pada masalah-masalah yang kompleks. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, masyarakat, orang tua, guru agar pendidikan berlangsung meningkat sesuai yang diharapkan.
Meskipun kurikulum sudah berusaha disesuaikan dengan zaman, yaitu kurikulum Merdeka, misalnya. Kurikulum ini dirancang untuk mengatasi ketertinggalan pendidikan di Indonesia. Inti dari Kurikulum Merdeka adalah Merdeka Belajar, yang bertujuan agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing.(Sofyan, t.t.) Tapi tetap saja kurikulum ini masih belum bisa dianggap relevan dengan masa sekarang ini. Padahal, tujuan utama dari pembuatan metode ini agar peserta didik tak hanya dapat mendengarkan penjelasan dari guru melainkan agar juga dapat memahami lebih dalam atas mata Pelajaran yang akan dilaksanakan
Tentunya masih banyak penyebab dari ketertinggalan pendidikan di Indonesia, meskipun kurikulum juga termasuk didalamnya, tapi juga tak dapat di elakkan bahwa kualitas tenaga pendidik di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi kriteria dan belum dapat memaksimalkan berjalannya kurikulum pendidikan. Ini menandakan bahwa pembinaan pada masa jabatan masih belum merata pada tenaga pendidik di Indonesia.
Guru-guru di daerah terpencil masih seringkali tidak mendapatkan pelatihan dan bimbingan yang cukup untuk mengembangkan keterampilan mengajar mereka. Pelatihan yang terbatas menyebabkan mereka kesulitan mengikuti perkembangan kurikulum terbaru dan teknologi pendidikan yang dibutuhkan di kelas. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan infrastruktur dan biaya. Pelatihan sering kali berlangsung di kota besar atau pusat-pusat pelatihan tertentu yang jauh dari tempat tinggal mereka. Hal ini menyebabkan banyak guru di daerah terpencil tidak dapat mengikuti pelatihan secara teratur.
Pelatihan guru di Indonesia sering kali bersifat sementara, bukan program yang berkelanjutan. Banyak pelatihan yang hanya dilakukan sesekali dan tidak diikuti dengan pembinaan atau pemantauan untuk memastikan bahwa guru menerapkan apa yang mereka pelajari di kelas. Dalam beberapa kasus, setelah mengikuti pelatihan satu kali, tidak ada tindak lanjut atau pengawasan terhadap penerapan materi yang telah diajarkan, sehingga pelatihan tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas pengajaran guru.
Disamping itu banyak guru yang mengajar tidak di bidang ahlinya. Misalnya, guru yang bidangnya IPA di suruh ngajar IPS, bidangnya agama disuruh pertanian. Sudah jelas bahwa guru tersebut tidak kompetensi dalam mengajar mata pelajaran yang bukan di bidang ahlinya. Sehingga mutu pelajaran tersebut bisa jadi menurun dan akan berdampak ke siswa.
Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar yang perlu segera diatasi untuk meningkatkan kualitasnya. Meskipun sudah ada upaya perbaikan melalui kurikulum Merdeka, masalah ketimpangan akses pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta ketidakrelevanan kurikulum dengan kebutuhan zaman, tetap menjadi hambatan utama. Selain itu, kualitas tenaga pendidik yang belum memadai dan kurangnya pelatihan berkelanjutan bagi guru, terutama di daerah terpencil, turut memperburuk kondisi pendidikan. Guru yang mengajar di luar bidang keahlian mereka juga menjadi faktor yang memengaruhi penurunan mutu pengajaran.
Untuk itu, perlu adanya pembaruan yang menyeluruh dalam sistem pendidikan Indonesia, mulai dari kurikulum yang lebih relevan dengan perkembangan zaman, hingga peningkatan kualitas tenaga pengajar yang mampu memberikan pendidikan berkualitas kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Pendidikan yang berkualitas bukan hanya hak anak-anak di kota besar, tetapi juga hak anak-anak di pelosok Indonesia, untuk itu, pemerataan pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air. Hanya dengan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait, pendidikan yang merata dan berkualitas dapat tercapai, sehingga setiap anak di Indonesia, baik di kota besar maupun di pelosok, dapat memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.
Penulis: Ongqi Imanuel Haq (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga)