Pada tanggal 14 Februari 2024, Indonesia akan melaksanakan hajatan besar yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) serentak. Dalam beberapa bulan kedepan tentu partai politik dan para politis akan berlomba-lomba untuk menarik suara pemilih terutama pemilih pemula. Merujuk pada PKPU nomor 7 tahun 2022 pasal 1 nomor 19 dinyatakan bahwa pemilih dalam Pemilu adalah Warga Negara Inddonesia (WNI) yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Pemilih dengan rentang usia 17-30 tahun merupakan pemuda, hal ini sebagaimana termaktub dalam undang-undang republik Indonesia nomor 40 tahun 2009 pasal 1 disebutkan bahwa pemuda adalah warga egara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Pemilih pemula yang juga bisa disebut sebagai pemuda. Maka, dalam keberadaanya pada pemilihan umum memiliki peran strategis, tentu saja akan banyak partai politik dan juga politisi yang akan senantiasa berusaha secara maksimal untuk mempengaruhinya. Pemilih pemula diharapkan mampu memberikan efek yang positif yang nantinya akan menjadi indikator kualitas demokrasi di Indonesia saat ini dan yang akan datang.
Pemilih pemula berada dalam rentang usia produktif dan sekaligus usia yang unik. Keunikan itu terletak pada pegalaman memilih (voting). Para pemilih pemula disebut sebagai undecided voter dan swing voter atau pemilih yang tidak menentukan pilihan dan pemilih yang masih mengambang. Dengan kata lain, pemilih pemula lebih sering hanya “membebek” dalam menentukan pilihan politiknya
Mengingat pentingnya peran pemilih pemula atau pemilih muda harus senantiasa dibangun untuk senatiasa berperan aktif dalam Pemilihan Umum (Pemilu).
Partisipasi pemilih pemula dalam memberikan hak suaranya merupakan bentuk tanggungjawab sebagai warga negara yang baik terhadap iklim demokrasi demi keberlangsungan kepemipinan baik di tingkat daerah maupun pusat.
Sudah barang tentu, rasa tanggungjawab yang dimilih oleh para pemilih pemula akan meningkatkan kesadaran untuk memberikan hak suaranya, suara pemilih pemula tersebut harus benar-benar murni sehingga terhindar dari hal-hal yang bisa mencedarai masa depan demokrasi di Indonesia seperti money politics, golput (golongan putih), dan apatis terhadap pemilu. Jika hal itu dilakukan, maka cita-cita demokrasi dan pemilu di Indonesia akan lebih sehingga akan tercipta iklim pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil pada pelaksanaan pemilu.
Pemilih pemula saat ini lebih banyak di dominasi oleh orang-orang yang hidup dengan lingkungan dan gaya hidup digital, efek dari gaya hidup ini bisa membuat pemilih pemula apolitis dan apatis. Maka, untuk mengatasi hal ini, para pemilih pemula senantiasa harus diberikan pemahaman dan pengetahuan tentang demokrasi dan pemilu sehingga mendorong mereka untuk berperan aktif dan menyalurkan suaranya. Partispasi aktif mereka sebagai wujud untuk memastikan bahwa estafet kepemimpinan berjalan sesuai harapan.
Pemilihan umum bukan hanya sekedar usaha untuk mendapatkan suara pemilih, akan tetapi hal yang paling penting adalah upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran sebagai masyarakat khususnya pemilih pemula atau pemuda. Pemilihan umum yang digelar setiap lima tahun sekali merupakan indikator utama bagi negara yang menganut sistem demokrasi.
Dalam sistem demokrasi, pemilihan umum merupakan salah suatu wasilah untuk mempertegas eksistensi rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertingg untuk memilih pemimpin. Maka dari itu, pemilih pemula atau pemuda harus turut serta terlibat dalam pemilu. Meminjam istilah Arab syubbanul yaum rijalul ghad (pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok).
Wallahua’lam.
*) Penulis adalah Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah, tinggal di Lenteng Sumenep. (Hamdan, S.THi)