SUMENEP, Seputar Jatim – Kejayaan tembakau di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, kembali mencuat.
Data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep, bmenunjukkan, pada 2024 Sumenep berhasil menorehkan rekor produksi tertinggi dalam lima tahun terakhir: 11.309,88 ton dengan luas tanam 15.823 hektare.
Ledakan produksi itu langsung menggerakkan ekonomi desa di sentra tembakau. Para transporter, buruh rajang, hingga pedagang musiman turut kecipratan berkah. Gudang-gudang pabrikan bahkan memperpanjang jam serapan hingga malam hari.
DKPP mencatat luas tanam di tahun 2025 anjlok ke kisaran 8.000 hektare. Penurunan hampir setengah ini memunculkan kekhawatiran bahwa momentum kebangkitan 2024 tidak akan berlanjut.
Kepala DKPP Sumenep, Chainur Rasyid mengatakan, capaian 2024 merupakan akumulasi antusias petani setelah melihat harga pasar yang menguntungkan.
“Tahun 2024 menjadi momentum kebangkitan tembakau Sumenep. Luas lahan meningkat pesat karena petani melihat prospek harga yang baik, dan kami juga terus memperkuat pengawasan serta pendampingan,” ujarnya. Selasa (28/10/2025)
Kinerja tembakau di Sumenep sangat dipengaruhi kepercayaan petani terhadap harga. Ketika pasar melemah, petani memilih komoditas lain.
Tahun Produksi (Ton) Luas Lahan (Ha)
2020 5.901,59 8.649,19
2021 6.705,59 9.811,11
2022 3.050,87 5.191,15
2023 6.823,24 9.729,92
2024 11.309,88 15.823,20
Tahun 2022 adalah titik kejatuhan, cuaca tak menentu, serapan gudang rendah, dan harga daun anjlok. Banyak petani rugi dan terpaksa beralih tanaman.
Produksi terbesar datang dari wilayah daratan, lanjut dia, dari Guluk-Guluk, Pasongsongan, Ambunten, Ganding, hingga Bluto. Tembakau mereka dikenal “aroma kuat, daya bakar bagus” kualitas yang sangat disukai industri rokok kretek.
Sementara kawasan seperti Gapura, Batang-Batang, Batuputih, Rubaru, Dasuk, Lenteng, Manding masih menghadapi tantangan kualitas dan serapan gudang karena mengandalkan sawah tadah hujan.
Ia menegaskan, tata kelola harga menjadi faktor paling menentukan masa depan komoditas ini.
“Kemarau basah dan curah hujan tinggi sering menurunkan kualitas daun, sementara harga dan serapan gudang menentukan semangat petani untuk menanam di tahun berikutnya,” tutupnya. (Sand/EM)
*












