News

Darurat Demokrasi, Mahasiswa Unjuk Rasa di Gedung DPRD Sumenep Kawal Putusan MK

42
×

Darurat Demokrasi, Mahasiswa Unjuk Rasa di Gedung DPRD Sumenep Kawal Putusan MK

Sebarkan artikel ini
IMG 20240826 WA0041
ORASI: Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Sumenep untuk mengkawal putusan MK

SUMENEP, Seputar Jatim – Demokrasi Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat. Tiga pilar demokrasi berada dalam keadaan rawan, reot, dan nyaris runtuh.

Sistem yang dijalankan seolah-olah dikendalikan oleh satu golongan atau individu. Contoh terbaru adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan Partai Gelora dan Partai Buruh terhadap Undang-Undang Pilkada.

“Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di DPRD,” kata Korlap Aksi Sumenep Menggugat, Moh. Faiq, saat menggelar demonstrasi di Gedung DPRD Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Senin (26/08/2024).

Ia menyampaikan, MK juga memutuskan bahwa usia calon gubernur dan wakil gubernur harus berumur minimal 30 tahun saat penetapan calon.

Baca Juga :  PAUD HI El-Fath Sumenep Launching Program Sarapan 3T

“Setelah putusan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) secara mendadak mengadakan rapat untuk merevisi UU Pilkada, hanya sehari setelah keputusan MK dibacakan,” bebernya.

Menurutnya, Badan Legislasi (Baleg) melakukan manuver dengan mengabaikan putusan MK dan merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang memiliki perbedaan substantif dengan MK. Meskipun akhirnya DPR-RI menerima putusan MK, hal ini baru terjadi setelah adanya gelombang penolakan keras dari rakyat.

“Kondisi ini menunjukkan bahwa DPR-RI tidak sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat. Padahal, seharusnya mereka menerima keputusan MK tanpa syarat, sesuai dengan pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Tidak menaati putusan MK adalah bentuk pembangkangan terhadap konstitusi,” ujarnya.

lebih lanjut ia menegaskan, pengkhianatan terhadap rakyat ini bukan kali pertama terjadi. Rakyat berulang kali dijadikan korban atas kekuasaan.

“Janji-janji politik diabaikan, kesejahteraan rakyat tidak diwujudkan, dan keadilan tidak diberikan. Oleh karena itu, kami menilai keberadaan DPR sudah tidak berguna dan harus dibubarkan,” jelasnya.

Baca Juga :  Mantan Kades Dasuk Timur Resmi Dilantik sebagai Anggota DPRD Sumenep 2024-2029, Siap Melayani Kepentingan Rakyat

Ia menegaskan, lebih buruk lagi, ketika rakyat melawan, aparat kepolisian justru menggunakan kekerasan. Diduga tindakan aparat saat mengamankan aksi Peringatan Darurat di Semarang sangat tidak pantas.

“Aparat menembakkan gas air mata hingga 11 orang harus dilarikan ke rumah sakit. Demonstran diseret, bahkan ibu-ibu didorong saat aksi di gedung DPR,” tegasnya.

“Seorang mahasiswa di Bandung bahkan kehilangan bola matanya, diduga terkena lemparan batu dari polisi saat demonstrasi,” pungkasnya.

Berikut tuntutan aksi:

1. Bubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jika tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

2. Tuntut para elite politik dan pimpinan partai untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok.

3. Desak anggota DPRD Sumenep untuk menuntaskan janji-janji politik dan menjamin kesejahteraan serta keadilan bagi masyarakat pinggiran.

4. Minta aparat keamanan menghentikan tindakan kekerasan.

5. Tuntut Polres Sumenep agar menjadi pelindung rakyat dan menjamin keselamatan saat aksi. (Sand/EM).

Tinggalkan Balasan