SUMENEP, seputarjatim.com- Tidak banyak yang tau bahwa perselisihan antara Kapolres Sumenep dengan Yayasan Panembahan Somala (YPS) Sumenep terus meruncing dan hampir mendekati klimaks. Pasalnya, YPS telah dan sedang menggunakan Upaya Paksa berupa eksekusi putusan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya selaku pengadilan yang sebelumnya telah memutus perkara.
Sebagaimana diberitakan Jawa Pos Radar Madura, 19/01/2021, Kapolres Sumenep menolak melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, dalam arti, Kapolres tetap tidak mau memberikan bantuan pengamanan kepada YPS untuk bisa memasuki areal Asta tinggi, yaitu areal yang oleh pengadilan telah dinyatakan sebagai hak daripada Somala.
Adapun alasan Kapolres menolak melaksanakan perintah pengadilan didasarkan pada alasan kalau Yayasan Panembahan Somala memasuki Areal Asta Tinggi akan menimbulkan konflik. Selain itu, kata Kapolres, sebagaimana dilansir oleh Jawa Pos Radar Madura, Asta Tinggi merupakan Cagar Budaya yang tidak boleh dikuasai oleh Somala.
Sementara itu, Kurniadi., SH., selaku Kuasa Hukum dari Yayasan Penembahan Somala tersebut menyatakan sudah ogah menanggapi alasan Kapolres tersebut. Pasalnya, status hukum masalah ini sudah jelas. Alasan Kapolres sudah dinyatakan tidak berdasar dan Pengadilan telah menjatuhkan perintah kepada Kapolres untuk memberikan perlindungan kepada kliennya (Somala).
Menurut Kurniadi, putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap sudah tidak ada lagi ruang untuk memperdebatkannya. “Untuk apa ada pengadilan kalau putusannya boleh diabaikan?,” tegas Kurniadi kepada awak media ini melalui chatt What’App (21/01).
Menurut Kurniadi, soal ada pihak yang tetap menentang Somala untuk menguasai Areal Asta Tinggi, seharusnya tidak dimaknai sebagai perselisihan melainkan harus dimaknai sebagai tindakan premanisme yang harus ditumpas oleh polisi. Bukan malah justru dilindungi.
“Kan katanya negara tidak boleh kalah kepada preman. Kenapa sekarang Kapolres takut kepada preman?,” tanda Kurniadi.
Menurut Kurniadi, pihaknya tidak akan lagi memusingkan sikap apriori Kapolres. Pihaknya justru akan memfokuskan diri pada percepatan dijatuhkannya sanksi kepada Kapolres tersebut karena akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum.
“Kalau Kapolres tidak dijatuhi hukuman, orang tidak akan lagi percaya kepada hukum dan pengadilan,” tandas Kurniadi.
Sementara itu, terkait dengan tuntutan pencopotan Kapolres yang diajukan oleh Kuasa Hukum Somala, menurut Dr. Syafi’., SH., MH., Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (HTN/HAN) Univ. Trunojoyo Madura (Unijoyo), yang juga merupakan Komisaris PT. Garam Persero, menyatakan sudah benar dan beralasan secara hukum.
Pasalnya, Menurut Syafi’, perbuatan Kapolres yang tidak melaksanakan suatu tindakan pemerintahan yang sudah diperintahkan oleh pengadilan, termasuk perbuatan yang melanggar Sumpah Jabatan sehingga dapat berkonsekwensi bagi Pemberhentian dari jabatannya sebagai Kapolres.
Tidak itu saja, menurut Syafi’, apabila dihubungkan dengan status Kapolres sebagai Penegak Hukum, maka tindakannya tersebut dapat pula berkonsekwensi terhadap pemberhentiannya dari keanggotaan Polri. Sebab, kata Syafi’, perbuatan Kapolres yang menolak menjalankan putusan pengadilan bertentangan dengan tugas-tugas kepolisian selaku Penegak Hukum.
“Apalagi jabatannya sebagai Penegak Hukum, jadi dosanya berlipat ganda,” tegas Syafi’ yang juga merupakan Komisaris PT. Garam Persero kepada awak media ini melalui chatt What’App (20/01). (Red)