SUMENEP, Seputar Jatim – Skandal dugaan pemerasan mencoreng wajah birokrasi dan lembaga sosial di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif dan seorang Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Polres Sumenep, atas dugaan pemerasan terhadap seorang kepala desa.
OTT ini berlangsung pada Minggu (25/5) kemarin, sekitar pukul 16.00 WIB, di rumah Jufri seorang ASN yang bertugas di lingkungan Pemkab Sumenep, di Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep.
Dari tangan pelaku, polisi mengamankan uang tunai sebesar Rp 20 juta. Namun jumlah itu diyakini hanya setengah dari total permintaan yang dilontarkan oleh Ketua LSM berinisial SB.
Kasus ini bermula dari tekanan yang diberikan oleh SB terhadap seorang kepala desa. SB menuding proyek pembangunan jalan desa tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah disepakati. Ancaman pun dilontarkan terkait proyek akan dilaporkan ke Inspektorat apabila kepala desa tidak menyerahkan uang tunai sebesar Rp 40 juta.
“SB datang ke rumah Jufri dan menunggu proses transaksi yang sudah disepakati. Kemudian pelapor menyerahkan uang Rp 20 juta sebagai barang bukti,” ungkap Kapolres Sumenep, AKBP Rivanda, dalam konferensi pers (28/5/2025).
Lanjut ia mengatakan, transaksi itulah yang menjadi dasar penindakan. Dalam OTT tersebut, SB dan Jufri diamankan oleh petugas yang sudah memantau aktivitas mereka.
Lebih mencengangkan, lanjut dia, keterlibatan Jufri dalam kasus ini diduga bukan yang pertama kali. Rumahnya disebut telah beberapa kali digunakan sebagai lokasi transaksi ilegal yang melibatkan oknum-oknum tertentu.
“Rumah inisial J memang sering digunakan untuk transaksi seperti ini. Kami akan kembangkan kasus ini lebih lanjut,” ujarnya.
“Jufri, yang selama ini dikenal publik sebagai ASN biasa, rupanya menjadi aktor pendukung dalam praktik pemerasan. Fungsinya lebih dari sekadar ‘tempat aman’, dia diduga aktif memfasilitasi skenario tekanan terhadap kepala desa, memberikan ruang, bahkan mungkin perlindungan administratif,” jelasnya.
Ia menegaskan, SB sang Ketua LSM, memainkan peran utama dalam menjalankan tekanan terhadap perangkat desa. Berdalih menjalankan fungsi kontrol sosial dan pengawasan anggaran, SB justru diduga menyalahgunakan posisinya untuk menguntungkan diri sendiri.
“Modusnya, kalau permintaan tidak dipenuhi, proyek akan dilaporkan. Ini adalah bentuk penyalahgunaan peran sosial dan pengawasan,” tegasnya.
Kasus ini belum usai, Polres Sumenep masih mendalami peran masing-masing pelaku serta kemungkinan adanya jaringan yang lebih luas.
“Kami tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain. Saat ini proses penyelidikan dan pengumpulan bukti masih terus berjalan,” pungkasnya. (Sand/EM)
*