SUMENEP, Seputar Jatim – Kepercayaan Masyarakat terhadap ritual adat Nyadar mempunyai pengaruh besar, lebih utamanya kepada masyarakat Desa Pinggi Papas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Pada tahun ini, masyarakat masih sangat kental terhadap ritual adat tersebut yang biasa dilakukan setiap tahunnya. Hal itu karena bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas mata pencaharian warga yang berupa garam.
Pemerhati Tradisi Nyadar, Suhrawi mengatakan, bahwa banyak pengaruh di dalam acara tersebut, utamanya sisi bidang agama, tradisi Nyadar memberi pengaruh pada kehidupan kerukunan.
“Umat khususnya masyarakat Pinggirpapas yang beragama Islam. Dimana Islam mengajarkan untuk saling tolong-menolong dan memupuk rasa persaudaraan antar sesamanya,” katanya. Sabtu (20/7/2024).
Dalam sisi bidang budaya, sambung dia, Tradisi Nyadar berpengaruh sebagai objek wisata yang dikagumi oleh para semua orang bahkan wisatawan asing.
“Momentum pelaksanaan Tradisi Nyadar bagi masyarakat setempat sebenarnya tidak ada tujuan-tujuan tertentu yang lebih spesifik. Bagi para petani garam khususnya, dengan mengikuti ritual tradisi Nyadar mempunyai manfaat bahwasannya mereka akan selalu ingat atas segala nikmat Allah SWT. Terhadap hasil panen garam khususnya yang telah diberikan kepada mereka,” papar pria yang sudah tampak tua itu.
Ia juga menyampaikan, ritual tradisi tersebut juga ada sebagian memohon untuk dilipat gandakan pendapatan mereka lewat hasil garam itu untuk tahun yang akan datang.
“Sehingga secara rutin setiap tahun dilakukan adat nyader sebanyak tiga kali, nyadar pertama, kedua, dan ketiga. Bahkan, Nyader ini didahului dengan penentuan tanggal oleh pinisepuh, karena tidak bisa kita tetapkan sesuai dengan kalender biasa,” bebernya.
Menurutnya, rujukan penetapan tanggal adat nyader ini, merujuk pada perhitungan bintang. Pinisepuh sendiri mempunyai keahlian secara turun-temurun untuk menetapkan tanggal pelaksanaan adat nyader.
“Pada posisi Bintang Karteka dan Bintang Nanggele terlihat di arah timur. Posisi ini menandai kedatangan musim kemarau yang sangat diharapkan, karena semakin panjang musim kemarau semakin beruntung untuk usaha penggaraman. Kemampuan Anggasuto dalam menentukan musim kemarau ini menunjukkan bahwa Anggasuto mempunyai kemampuan yang memadai tentang astronom,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, untuk nyader yang kedua memang ada kelainan, akan tetapi prosesinya sama. Yang dimaksud adalah kelainan yaitu pada nyadar kedua dihadirkan juga semua senjata atau pusaka punya anggasuto yang diyakini punya karomah.
“Dan untuk nyader ketiga, tidak lagi dilaksanakan diarea Asta, namun dilaksanakan di kediaman pinisepuh. Jadi semuanya masyarakat yang biasa ikut adat tersebut itu sudah ditentukan oleh pemangku adat di beberapa titik tertentu,” tukasnya.* (Sand/EM)