PAMEKASAN, Seputar Jatim – Di tengah tantangan pengangguran dan harga tembakau yang kerap berfluktuasi, industri rokok lokal di Madura, Jawa Timur, justru menampakkan geliat yang kian menguat.
Tidak hanya menjadi tumpuan bagi para buruh linting dan petani, sektor ini kini menjadi salah satu penopang utama roda perekonomian pulau garam.
Dari data Kantor Bea Cukai Madura mencatat, sedikitnya 273 pabrik rokok baru berdiri dalam beberapa tahun terakhir.
Mayoritas bergerak di segmen rokok kretek linting tangan, yang dikenal padat karya dan menyerap tenaga kerja manual dalam jumlah besar.
“Industri rokok ini bukan hanya soal produksi, tapi juga tentang kehidupan ribuan orang. Dari petani, sopir, buruh linting, hingga pedagang kecil, semua ikut bergerak,” ujar Kepala KPPBC TMP C Madura, Novian Dermawan, saat menemui ratusan peserta aksi demonstrasi di Pamekasan, Rabu (13/8) kemarin.
Menurutnya, keberadaan pabrik-pabrik tersebut telah menurunkan angka pengangguran dan memicu pertumbuhan ekonomi desa.
“Semakin banyak pabrik beroperasi, semakin kecil angka pengangguran, dan ini berdampak langsung pada menurunnya tingkat kriminalitas,” tegasnya.
Meski demikian, Novian mengaku ada tantangan besar, seperti memastikan kepatuhan aturan cukai dan memberantas praktik ilegal.
Menanggapi maraknya isu dugaan “upeti” dari pelaku usaha kepada pihak tertentu yang sempat mencuat, ia menyatakan “Bea Cukai siap membangun sistem yang adil, terbuka, dan transparan.”
Sementara, suara dari Buruh Pabrik: ‘Bekerja Dekat Rumah, Rezeki Lebih Terjamin’. Salah satu pabrik yang menjadi tumpuan harapan baru adalah PR DRT Group yang ada di Kecamatan Lenteng Sumenep. Sejak berdiri beberapa tahun lalu, pabrik ini menyerap puluhan tenaga kerja lokal, termasuk Endang, seorang ibu rumah tangga.
“Dulu saya hanya mengandalkan penghasilan keluarga, Sekarang saya ikut membantu, dan gaji bulanan membuat hidup lebih tenang,” tutur Elly saat ditemui di tempat kerjanya.
Selain itu, dampak adanya Pabrik Rokok Lokal juga dirasakan oleh Badrul, Pemuda asal Kecamatan Rubaru yang juga bekeeja di PR DRT Group, bekerja di dekat rumah sendiri di desa sendiri membuatnya tetap bisa mengurus keluarga.
“Kalau dulu mau punya penghasilan tetap saya harus merantau ke Jakarta, Sekarang Alhamdulillah cukup di dekat rumah sendiri walau beda Desa, Orang Tua saya tetap terurus,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Kemudian bagi Petani Tembakau ‘Harga Lebih Stabil, Kepercayaan Diri Naik’. Para petani juga merasakan manfaat langsung. Rama Ramadhan, Ketua Komunitas Petani Milenial Pasongsongan, menyebut pabrik rokok lokal telah mengubah peta harga tembakau.
“Dulu harga sering jatuh, kadang rugi. Sejak ada pabrik lokal yang langsung menyerap panen kami, harga jadi stabil, bahkan lebih tinggi. Kami bisa lebih percaya diri menanam,” kata H. Maski salah seorang Petani tembakau asal Kecamatan Rubaru ini.
Maski berharap pemerintah dapat menjaga regulasi agar berpihak pada industri lokal, sehingga petani bisa terus berkembang.
“Kalau industri ini bertahan, Madura bisa jadi salah satu sentra tembakau terbaik di Indonesia,” tambahnya.
Menurutnya, industri rokok lokal memiliki multiplier effect yang besar bagi Madura. Tidak hanya menyerap tenaga kerja, tetapi juga mendorong pertumbuhan usaha kecil, transportasi, dan jasa penunjang.
“Bayangkan, misalkan Setiap 1 pabrik rokok baru bisa memicu tumbuhnya UMKM minimal 5 hingga10 usaha kecil di sekitarnya. Inilah yang membuat desa-desa lebih hidup dan ekonomi lokal berputar,” jelasnya.
Maski menilai tantangan ke depan adalah menjaga keberlanjutan pasokan tembakau lokal, inovasi produk, dan kepatuhan regulasi cukai.
“Kalau semua pihak bersinergi, ini bisa jadi sektor unggulan Madura,” pungkasnya. (EM)
*