Seputarjatim.com- Pembacaan Putusan MK dalam PUU Advokat yang dibacakan 9 Hakim MK telah menimbulkan kesimpang-siuran informasi dan tafsir sesuai selera pihak-pihak yang terlibat dalam PUU Advokat tersebut.
Kesimpangsiuran dan mengarah ke penyesatan informasi disampaikan Otto Hasibuan selaku Ketua Dewan Pembina Peradi Fauzi Hasibuan, yang walaupun hanya seorang Ketua Dewan Pembina tetapi dalam berbagai kesempatan bertindak seolah-olah sebagai Ketua Umum Peradi yang dapat mewakili Peradi didalam dan diluar pengadilan. Otto Hasibuan juga terkesan memelintir putusan MK yang dibacakan pada 28 November 2019.
Pada saat putusan dibacakan bertepatan dengan Rakernas Peradi Surabaya dan di mimbar Rakernas Otto mengklaim bahwa hanya Peradi-lah yang berhak menjalankan 8 kewenangan yang diatur dalam UU Advoka, antara lain pendidikan advokat, pelantikan dan pengusulan penyumpahan ke PT setempat.
Amar putusan hakim MK dengan tegas menyatakan menolak seluruh Permohonan Pemohon. Amar putusan tersebut tak perlu ditafsirkan lain karena Para Pemohon antara lain Reynaldo Batubara, Gunadi Handoko merupakan anggota Peradi Fauzi Hasibuan yang dalam permohonan memohon agar MK memberi tafsir dalam frasa Organisasi Advokat yang dimaksud dalam UU. Advokat adalah Peradi yang berhak menjalankan segala kewenangan dan atribusi yang diatur dalam UU Advokat Dalam amar putusan yang sudah jelas tersebut, belakangan ini Otto mengklaim bahwa hanya Peradi-lah yang berhak menjalankan segala kewenangan dalam UU Advokat. Memang dalam putusan terdapat kata-kata yang menyatakan bahwa hanya Peradi satu-satunya wadah profesi advokat (halaman 319), tetapi kata-kata tersebut hanya merujuk ke putusan masa lalu yaitu Putusan MK No. 014/PUU-IV/2006 tanggal 30/11/2006 yang sudah dibatalkan dengan Putusan MK No. 101/PUU-VII/2009.
Dalam Putusan MK Nomor 101 dengan tegas dan jelas MK mengakui Organisasi Advokat lainnya diluar Peradi yaitu KAI H. INDRA SYHANUN LUBIS yang pada saat Pengujian UU Advokat tersebut Petrus Bala Pattyona juga mewakili KAI INDRA SYHANUN LUBIS sebagai Pihak Terkait.
Belakangan ini adanya viral berita Otto yang mengimbau agar Ketua PT tidak mengambil Sumpah Advokat diluar Peradi yang disampaikan saat pelantikan Ketua Peradi Palembang adalah imbauan yang tidak berdasar dan penyesatan informasi karena dalam putusan MK tanggal 28 November 2019 segala Permohonan Pengujian UU Advokat yang diajukan oleh Anggota Peradi Fauzi Hasibuan amarnya menyatakan Menolak seluruh Permohonan Pemohon.
Dengan ditolaknya seluruh Permohonan Pemohon, maka tidak ada satu pun Organisasi Advokat yang mengaku paling memiliki hak atau kekuasaan atau kewenangan untuk menjalankan segala atribusi yang diberikan oleh UU. Advokat.
Selama persidangan di MK banyak kelucuan yang dibuat Otto Hasibuan saat ditanya Hakim MK Saldi Isra, tentang saat ini tidak dapat dipungkiri Organisasi Advokat yang bernama Peradi ada 3, itu bagaimana? Otto sebagai menjawab Peradi itu hanya satu tetapi Pengurusnya ada 3. Seketika ruangan yang begitu hening meledaklah tertawa sinis, dan tentang kelucuan ini bisa dibaca di halaman 52 Risalah Sidang 31/10/2018.
Ada lagi Saksi yang diajukan oleh Pemohon yaitu A. Teras Narang, tentang filosofi, dasar pemikiran tentang wadah tunggal, saat Ketua MK bertanya, apakah saat RUU Advokat dibahas 2003 apakah sudah ada nama wadah tunggal organisasi advokat yang namanya Peradi? Dengan tegas Teras Narang menyatakan nama Peradi baru muncul tahun 2005 saat dibentuk Komite Kerja Advokat Indonesia.
Saat Pembahasan RUU Advokat Petrus Bala Pattyona juga dan tahu persis maksud pembentukan UU. Advokat yang saat itu Komisi hukumnya diatur di Komisi 2.
Dalam Persidangan di MK KAI Siti Jamaliah Lubis juga menunjuk 2 orang Saksi untuk memberikan Keterangan tentang eksistensi KAI yang dibentuk 31 Mei 2008 dengan Presidennya H. Indra Sahnun Lubis telah menjalan segala kewenangan yang diatur dalam UU. Advokat. Menurut John Richard Latuihamallo dan H. Abdul Rohim yang tampil sebagai Saksi telah menjelaskan eksistensi KAI H. Indra Sahnun Lubis yang telah diakui Pemerintah yaitu MA dan Menkumham, apalagi semakin kuat dengan Terbit SEMA nomor 073/2015 yang memberikan kewenangan kepada seluruh Organisasi Advokat untuk mengusulkan Penyumpahan Advokat, sepanjang telah menjalankan pendidikan dan pelatihan yang bekerja sama dengan Fakultas Hukum atau Sekolah Tinggi Hukum.
Adanya imbauan Otto Hasibuan tersebut tentu tidak akan berpengaruh dalam rekrutmen advokat apalagi MA sebagai Pihak Terkait dalam persidangan telah menjelaskan latar belakang terbitnya SEMA Nomor 073/2015 yang hingga kini dijadikan pedoman bagi Para Ketua PT untuk ikut melaksanakan kewenangan yang diatur dalam UU. Advokat yang menyatakan Sebelum menjalankan profesi advokat, advokat wajib bersumpah di hadapan Ketua PT dalam suatu sidang yang terbuka.
Dengan adanya Penjelasan ini diharapkan semua Organisasi Advokat tidak terpengaruh atas kesesatan pikir dan penyesatan yang disampaikan Otto Hasibuan. (*)