SUMENEP, Seputar Jatim – Momentum Hari Kebangkitan Nasional ke-117, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Sumenep, Madura, Jawa Timur, mendorong agar lembaga pendidikan mengintegrasikan kembali pelajaran sejarah, pancasila, dan nilai kebangsaan.
Bangsa yang besar bukanlah yang sekadar mengingat sejarah, tetapi yang berani bercermin dari masa lalu untuk menyusun masa depannya.
Hari Kebangkitan Nasional ke-117 tahun ini bukan lagi soal mengenang Boedi Oetomo. Ini adalah seruan, agar bangkit, atau kehilangan arah selamanya.
Di tengah cepatnya arus globalisasi, derasnya banjir informasi, dan fragmentasi identitas generasi muda, Bakesbangpol memandang lembaga pendidikan sebagai garda depan dalam merawat ingatan kolektif bangsa.
Sejarah nasional, nilai-nilai pancasila, dan pemahaman mendalam tentang kebangsaan tidak boleh lagi dianggap sebagai pelengkap dalam kurikulum, tetapi harus menjadi fondasi utama dalam membentuk karakter generasi penerus.
Kepala Bakesbangpol Sumenep, Dzulkarnain, menegaskan, bahwa Ini adalah panggilan keras dan jelas, agar Bangsa Indonesia berhenti terlena oleh kebanggaan masa lalu dan mulai menyadari bahwa masa depan sedang dalam pertaruhan.
“Musuh kita hari ini bukan penjajah yang membawa senjata, tapi apatisme, perpecahan, hilangnya kepercayaan pada bangsa sendiri, serta menguatnya ide-ide destruktif yang merongrong dari dalam,” ujarnya. Selasa (20/5/2025).
Ia pun mendorong lembaga pendidikan mengintegrasikan kembali pelajaran sejarah, pancasila, dan nilai kebangsaan tidak sebagai hafalan, tapi sebagai alat refleksi. Agar anak muda tahu bahwa negeri ini dibangun dengan darah, bukan sekadar data.
“Hari ini, kita tidak lagi melawan penjajahan fisik, tetapi penjajahan budaya, informasi, dan ideologi. Jika kita tidak kembali membumikan sejarah perjuangan bangsa dan nilai luhur Pancasila di ruang-ruang kelas, kita berisiko melahirkan generasi yang asing di tanah kelahirannya sendiri,” bebernya.
Lanjut ia menegaskan, sekarang saatnya lembaga pendidikan kembali menjadi kawah candradimuka yang membentuk generasi yang bukan hanya cerdas, tetapi juga berkarakter dan berjiwa kebangsaan.
“Kita tidak butuh generasi yang hanya tahu nama-nama pahlawan. Kita butuh generasi yang bisa memaknai keberanian Tan Malaka, kesederhanaan Hatta, keteguhan Kartini, dan menjadikannya bagian dari pilihan hidup,” tegasnya.
“117 tahun setelah kebangkitan itu dideklarasikan, kini pertanyaannya bukan lagi siapa yang memulai. Tapi siapa yang berani melanjutkan,” tukasnya. (Sand/EM)
*