SUMENEP, SEPUTARJATIM – Seorang anak meninggal dunia, diduga faktor kelalaian dari oknum perawat Puskesmas Dasuk, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Hal ini merupakan kejadian yang kedua kalinya. Dulu yang menjadi kesalahan adalah saat menghubungi dokternya tidak aktif. Kini sudah terulang lagi, dengan kelalaian oknum perawat yang shift merawat pasien kurang profesional dalam bekerja.
Sehingga dengan kejadian fatal ini, oknum perawat yang shift pagi dan shift siang pada tanggal 19 Maret 2024 kemarin, kinerjanya perlu dipertanyakan.
Keluhan dari pihak keluarga pasien seharusnya menjadi atensi bagi perawat agar lebih cekatan melayani dan merawat pasien.
“Dia masuk ke Puskesmas pada tanggal 16 Maret 2024. Dia mendapatkan tindakan cek darah saja dilakukan pada tanggal 16 setelah itu tidak ada lagi,” kata salah satu kerabat korban yang tidak mau disebutkan namanya, Kamis (21/3/2024).
“Bagaimana cara mengevaluasi kalau tidak ada tindakan seperti itu. Hal ini kuat dugaan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah hanya di simpan dan tidak dipergunakan. Mungkin bisa saja ketika ada kejadian seperti ini baru dipergunakan setelah memakan korban,” tegasnya.
Dengan begitu, pihaknya meminta kepada pemerintah daerah, agar oknum perawat yang lalai dan tidak profesional pada profesinya untuk segera ditindak.
Kata dia, memang dari hari pertama kali menerima pelayanan yang baik, akan tetapi pada hari Selasa, kondisinya mulai menurun lagi.
Tentu, dokter yang menangani pasti tahu dan pasti memberikan arahan kepada oknum perawat yang menangani terkait kondisi pasien tersebut.
“Kami memang mulai curiga, tepatnya Hari Selasa mungkin ada saran dari dokter grojok akan tetapi pada pagi itu infusnya saja sisa yang malam hari dan belum diganti,” bebernya.
Lanjut ia menjelaskan, seharusnya anak itu ditangani segara pada saat keluarga korban melapor ke perawatnya, jika kondisi anak itu dalam keadaan menggigil.
“Bukan malah perawatnya menjawab itu efek dari obat. Anehnya mana ada efek menggigil seperti itu disebabkan oleh obat,” jelasnya.
“Dia cek darahnya dilakukan pada tanggal 16 setelah itu tidak ada lagi. Bagaimana cara mengevaluasi kalau tidak ada tindakan seperti itu. Hal ini kuat dugaan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah hanya di simpan dan tidak dipergunakan. Mungkin bisa saja ketika ada kejadian seperti itu baru dipergunakan setelah memakan korban,” ucapnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Puskesmas (Kapus) Dasuk, Novia Sari Wahyuni mengatakan, bahwa pada hari ketiga (Senin) setelah di rawat di puskesmas Dasuk, kondisi anak menurun dan gelisah, sehingga pihaknya menyarankan kepada keluarga pasien untuk segara di rujuk, tapi tidak dibolehkan karena masih ingin dirawat di puskesmas setempat.
“Hari Selasa itu saat dicek, masih bagus, masih 4,5,6, jadi kondisinya masih stabil semua, kondisi yang buruk di malam hari,” ujarnya, saat ditemui di ruang kerjanya.
Namun, saat ditanya terkait pengecekan darah, pihaknya mengaku sudah dijelaskan di kronologi, karena pihakn dokter sudah mendatangi dinas terkait.
Saat kapus dalam obrolan langsung bersama media seputarjatim.com sempat keceplosan. Pihaknya mengaku ada beberapa berkas memang tidak dikerjakan oleh oknum perawat yang menjadi karyawannya.
Pada hal ini, kuat dugaan kronologi pasien dan rekam medis (RM) bisa saja dibuat-buat sebaik mungkin, agar membuat nama baik puskesmas baik-baik saja tanpa ada masalah ini.
“Aku takut salah ngomong lo, karena sudah ada di kronologi, sesuai dengan RM (Rekam Medis, red),” bebernya.
“Mengecek DBD tidak harus mengambil sampel darah, kami ada sendiri alatanya,” ucapnya.
Lanjut ia menyampaikan, sebelum terjadi kejadian fatal, pada hari Selasa pagi, pihak dokter sudah melakukan observasi intensif kepada pasien.
“Saat dicek masih enak, itu malamnya yang kritis, karena kalau DBD itu resikonya tinggi banget, 7 hari melewati masa kritis, kalau penanganan awal dan bagus kondisi ketahanan tubuhnya maka penanganannaya bisa berjalan sempurna,” tandasnya.
“Saat kritis itu yang terjadi malamnya, dan langsung kita rujuk. Tapi setelah stabil, tensinya sudah naik, SPU2 naik, kami sudah grojok infus, itu dokternya yang nangani sendiri,” tuturnya.
Kemudian diakhir, ia menambakan, bahwa terkait RM (rekam medis), pihaknya mengaku tidak ada yang keliru, cuma ada catatan yang kurang lengkap saat mengganti infus yang tidak ditulis.
“Tapi itu di hari pertama dan kedua ya!,” imbuhnya. (EM)
*