SUMENEP, Seputar Jatim – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang melumpuhkan aktivitas warga di Kecamatan Gayam dan Nonggunong, Pulau Sepudi, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, tidak berakar pada kuota pasokan.
Fakta terbaru mengungkapkan, krisis ini lahir dari lemahnya sistem distribusi yang belum siap menghadapi perubahan moda angkutan.
Pengelola tiga SPBU Gayam, Ardi menyatakan, kuota bulanan sebenarnya sudah lebih dari cukup. SPBU Gayam, misalnya, mendapat jatah 232 kiloliter (KL) Pertalite dan 80 KL Solar. Jumlah ini sudah dua kali lipat dari kuota lama.
“Kelangkaan bukan karena kuota. Hambatan justru muncul dari transisi pengangkutan, dari kapal kecil ke kapal besar,” ujarnya. Kamis (25/9/2025).
Perubahan moda distribusi dipicu kerusakan kapal kecil reguler. Akibatnya, suplai harus dialihkan ke kapal besar. Dari sisi kapasitas, kapal tanker jelas unggul karena bisa mengangkut lebih banyak BBM. Namun, dari sisi waktu, proses bongkar muat lebih lambat.
Jika kapal kecil butuh tiga hingga empat hari, kapal besar memerlukan lima hingga enam hari. Selisih dua hari inilah yang berujung pada antrean kosong di SPBU.
“Distribusi terakhir masuk 15 September. Kalau masih pakai kapal kecil, seharusnya sudah tiba lagi dua hari lalu. Dengan kapal besar, paling cepat empat hari ke depan,” bebernya.
SPBU Gayam sudah seminggu tak beroperasi. SPBU Nonggunong lebih parah, tutup hampir setahun. Akibatnya, harga eceran BBM di lapangan meroket.
“Gayam: Rp 15.000 per liter (dari harga normal Rp 10.000), Nonggunong: Rp 25.000 per liter untuk bensin botolan,” tandasnya.
“Pulau ini tidak bisa menunggu terlalu lama. Setiap kali suplai terlambat, harga melambung, dan rakyat yang menanggung beban,” pungkasnya. (Sand/EM)
*