SUMENEP, Seputar Jatim – Puluhan pimpinan asosiasi wartawan dan media di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menyampaikan sikap keberatan terhadap isi siaran pers yang dirilis oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI) Jakarta, pada (25/6) lalu.
Mereka menilai pernyataan tersebut dinilai menyudutkan media dan jurnalis lokal, serta tidak mencerminkan etika komunikasi yang baik dalam merespons situasi sosial yang tengah berkembang di wilayah kepulauan.
Dalam siaran pers yang beredar luas yang dikirim oleh sejumlah pejabat internal KEI maupun pejabat SKK Migas kepada sejumlah media, PT KEI menuding sebagian media telah memprovokasi masyarakat serta menyebarkan fitnah, terkait gelombang penolakan warga atas proyek survei seismik migas di Kepulauan Kangean.
Sebagai respons, sepuluh asosiasi media dan wartawan di Kota Keris sangat mengecam narasi dalam siaran pers tersebut.
Kesepuluh organisasi tersebut, di antaranya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumenep, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Komunitas Jurnalis Sumenep (KJS), Ikatan Wartawan Online (IWO), Asosiasi Media Online Sumenep (AMOS), Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI), Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI), Media Independen Online (MIO), dan Aliansi Jurnalis Sumekar (AJS).
Mewakili sikap kolektif, Ketua PWI Sumenep, M. Syamsul Arifin menyebutkan, bahwa tudingan dalam siaran pers tersebut tidak berdasar dan cenderung merendahkan integritas jurnalis yang bekerja di lapangan.
“Pernyataan resmi PT KEI itu tidak hanya menyesatkan, tapi juga menambah keruh suasana. Kami jurnalis bekerja berdasarkan fakta dan verifikasi. Bukan menyebar fitnah, apalagi memprovokasi. Tuduhan itu tidak bisa diterima,” tegasnya, Rabu (2/7/2025).
Lanjut ia menegaskan, dalam konteks pemberitaan penolakan eksplorasi migas di Kangean, media telah menjalankan fungsi kontrol sosial dan menyuarakan aspirasi masyarakat secara berimbang.
“Kalau ada yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, ada mekanisme hak jawab. Bukan malah menyerang secara sepihak melalui rilis yang isinya justru tendensius,” jelasnya.
Mantan aktivis PMII Surabaya ini menilai, bahwa pernyataan yang dikeluarkan KEI terkesan asal dan awur-awuran.
Menurutnya, perusahaan seharusnya lebih bijak dalam menyikapi dinamika yang berkembang, bukan malah menyudutkan media yang tengah menjalankan tugas jurnalistik.
“Sangat disayangkan, perusahaan sebesar KEI malah mengeluarkan pernyataan yang tidak berdasar. Ini jelas melecehkan profesi wartawan. Kami meminta klarifikasi terbuka,” tandasnya.
Lebih jauh ka menambahkan, bahwa wartawan memiliki kode etik yang ketat, dan setiap produk jurnalistik tunduk pada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Bila ada konten yang dinilai tidak tepat, kata dia, ada Dewan Pers dan mekanisme pengaduan, bukan melalui pernyataan yang justru memperkeruh keadaan.
Senada dengan itu, Ketua JMSI Sumenep, Supanji, juga menilai bahwa pernyataan tersebut mencerminkan arogansi komunikasi korporasi.
“Alih-alih meredakan situasi, mereka justru memperuncing dengan menyebut media sebagai provokator dan penyebar fitnah. Ini bentuk komunikasi yang buruk dari perusahaan yang seharusnya membangun dialog, bukan menyalahkan pihak lain,” ujarnya.
Dengan begitu, Panji mendesak agar PT KEI segera mencabut rilis yang dianggap mencemarkan nama baik media lokal.
“Kami minta rilis itu ditarik dan disampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada seluruh insan pers di Sumenep. Ini bukan soal media mana, tapi soal harga diri profesi,” paparnya.
Menurutnya, media lokal selama ini justru menjadi mitra strategis dalam membangun ruang dialog antara warga, pemerintah, dan pihak perusahaan. Namun jika peran media justru dipojokkan, maka solidaritas antarjurnalis akan semakin kuat.
“Media tidak bisa ditekan dengan narasi semacam itu. Justru ini menunjukkan bahwa perusahaan gagal memahami dinamika sosial di Kangean,” terangnya.
Sementara itu, Ketua IWO Sumenep, Imam Mustain Ramli mengingatkan, bahwa wartawan memiliki tanggung jawab moral terhadap publik.
“Kami bekerja bukan untuk perusahaan atau penguasa, tapi untuk masyarakat. Jika ada pernyataan yang menyudutkan, kami siap menempuh jalur hukum jika diperlukan,” tandasnya.
Imam menilai pernyataan PT KEI dalam pers rilis ke sejumlah wartawan di Sumenep sebagai bentuk kegagapan komunikasi publik, termasuk menjadi kegagalan SKK Migas.
“Seharusnya mereka introspeksi, bukan menyalahkan media. Kami siap mengawal isu ini sampai tuntas,” pungkasnya.
Sebagai bentuk solidaritas, seluruh organisasi wartawan tersebut sepakat mengeluarkan pernyataan bersama dan akan menyampaikan somasi kepada pihak PT KEI jika tidak ada klarifikasi atau permintaan maaf dalam waktu dekat. (EM)
*